Setelah kurang lebih 4 abad kepemimpinan Islam berdiri, dan semakin banyaknya wilayah penaklukan atas kepemimpinan Islam telah membawa arus besar perubahan masyarakat, dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selama itu juga, masyarakat muslim telah menciptakan peradabannya yang tinggi dan penyebarannya hampir ke seluruh penjuru dunia. Dalam perjalanannya Persia dengan peradabannya pun ditaklukan, beberapa wilayah sampai beberapa bagian Timur dan Romawi pun juga. Kala itu Abbasiyyah yang berpusat di Bagdad dan Fatimiyyah yang berpusat di Mesir dengan keagungannya di mata dunia barat telah membawa beberapa kabar rentang peradaban yang begitu pesatnya. Terutama Yerussalem yang menjadi titik pusat tiga agama samawi menjadikan sebagian wilayah kekuasaan khilafah Islam sering dilalui oleh peziarah Kristen.
Tingginya peradaban Islam kala itu juga meninggikan ambisi bagi raja-raja untuk melakukan perluasan wilayah kekuasaan, tetapi disamping penaklukan-penaklukan ke daratan Eropa, timbulnya kerajaan-kerajaan Islam kecil juga kian banyak.
Adalah imperium besar Romawi Bizantium yang sudah populer melahirkan perdaban dan para filsuf juga ilmuwannya, menjadi objek terdekat dengan wilayan kekuasaan muslim Seljuk di sebagian Turki. Pertempuran di Manzikert yang dipimpin Alp Arslan menjadikan beberapa wilayah kekuasaan Romawi Bizantium ditaklukan. Akibatnya destabilisasi terjadi pada kekaisaran Romawi Bizantium karena kehilangan wilayah penyangganya di Anatolia.
Penaklukan tersebut akhirnya mengundang perlawanan. Atas permohonan dari kekaisaran Bizantium, Alexius Comnenus mendapat jawaban dari Pais Urbanus II berupa titah penyerangan, atau perang suci bagi Kristen. Tanpa disadari, kelemahan pun justru timbul dari dalam. Di balik keagungan peradaban Islam saat itu, begitu banyak ummat muslim terserang penyakit yang paling ditakuti oleh Nabinya, yaitu wahn (cinta dunia dan takut mati). Pada kenyatannya ketika itu terjadi, para pemimpin ummat pun tengah berebut kekuasaan dan wilayah. Hukum-hukum dan aqidah pun diabaikan. Akhlak ummat tengah berada di titik terendah, dibuktikan dengan gesekan yang seringkali terjadi di wilayah penaklukan, pajak dan pemalakan juga kerap dilakukan, belum lagi akhlak ummat muslim terhadap para peziarah non muslim menjadikan gesekan tak terelakkan. Kerajaan-kerajaan kecil pun sudah banyak didirikan orang-orang yang haus akan tahta dan seringkali merperparah perselisihan di dalam. Pada saat semua kelemahan itu terjadi, saat itu pula perlawanan menjadi semakin mudah bagi lawan. Maka hal itu pun tak terelakkan lagi, perang antara dua agama samawi diawali di tempat suci, Yerussalem.
Perang Salib atau Croisade atau Croix (dalam bahasa Perancis artinya : salib) merupakan Perang antar dua agama besar di dunia, Islam dan Kristen. Sebenarnya Perang salib juga merupakan penodaan dan malapetaka yang melukai dua agama tersebut, karena dua pihak beragama ini menjadi korban petaka Perang Salib tersebut, ditambah dengan ulah pemuka atau pemimpin dua agama tersebut yang bisa dikatakan menyelewengkan kekuasaan, sehingga kekuasaan atas nama agama menjadi kotor dengan kepentingan pribadi.
Tingginya peradaban Islam kala itu juga meninggikan ambisi bagi raja-raja untuk melakukan perluasan wilayah kekuasaan, tetapi disamping penaklukan-penaklukan ke daratan Eropa, timbulnya kerajaan-kerajaan Islam kecil juga kian banyak.
Adalah imperium besar Romawi Bizantium yang sudah populer melahirkan perdaban dan para filsuf juga ilmuwannya, menjadi objek terdekat dengan wilayan kekuasaan muslim Seljuk di sebagian Turki. Pertempuran di Manzikert yang dipimpin Alp Arslan menjadikan beberapa wilayah kekuasaan Romawi Bizantium ditaklukan. Akibatnya destabilisasi terjadi pada kekaisaran Romawi Bizantium karena kehilangan wilayah penyangganya di Anatolia.
Penaklukan tersebut akhirnya mengundang perlawanan. Atas permohonan dari kekaisaran Bizantium, Alexius Comnenus mendapat jawaban dari Pais Urbanus II berupa titah penyerangan, atau perang suci bagi Kristen. Tanpa disadari, kelemahan pun justru timbul dari dalam. Di balik keagungan peradaban Islam saat itu, begitu banyak ummat muslim terserang penyakit yang paling ditakuti oleh Nabinya, yaitu wahn (cinta dunia dan takut mati). Pada kenyatannya ketika itu terjadi, para pemimpin ummat pun tengah berebut kekuasaan dan wilayah. Hukum-hukum dan aqidah pun diabaikan. Akhlak ummat tengah berada di titik terendah, dibuktikan dengan gesekan yang seringkali terjadi di wilayah penaklukan, pajak dan pemalakan juga kerap dilakukan, belum lagi akhlak ummat muslim terhadap para peziarah non muslim menjadikan gesekan tak terelakkan. Kerajaan-kerajaan kecil pun sudah banyak didirikan orang-orang yang haus akan tahta dan seringkali merperparah perselisihan di dalam. Pada saat semua kelemahan itu terjadi, saat itu pula perlawanan menjadi semakin mudah bagi lawan. Maka hal itu pun tak terelakkan lagi, perang antara dua agama samawi diawali di tempat suci, Yerussalem.
Perang Salib atau Croisade atau Croix (dalam bahasa Perancis artinya : salib) merupakan Perang antar dua agama besar di dunia, Islam dan Kristen. Sebenarnya Perang salib juga merupakan penodaan dan malapetaka yang melukai dua agama tersebut, karena dua pihak beragama ini menjadi korban petaka Perang Salib tersebut, ditambah dengan ulah pemuka atau pemimpin dua agama tersebut yang bisa dikatakan menyelewengkan kekuasaan, sehingga kekuasaan atas nama agama menjadi kotor dengan kepentingan pribadi.
Pada masa ini, dimana ummat Islam sudah lama menjadi kekuatan besar di dunia, memiliki kedaulatan sendiri, wilayah kekuasaan yang luas.juga Islam tumbuh dan berkembang pertama kali di Arab, tepatnya Nabi Muhammad pembawa wahyu adalah orang Arab. Salah satu kepastian yang terjadi adalah prestise atau kebanggan tersendiri bagi masyarakat Arab menjadi orang Muslim Arab di tengan kekuasaan yang semakin besar. Sebuah keniscayaan yang terjadi, dimana primordialisme seringkali mengkerdilkan minoritas. Sebagai Rasul serta pemimpin umat Islam, Nabi Muhammad tak pernah mengajarkan hal demikian, sebut saja Bilal bin Rabah yang merupakan orang kulit hitam yang pada saat itu menjadi budak yang diperjual-belikan seperti benda. Justru Nabi Muhammad begitu memuliakannya, juga menjadi salah satu sahabatnya yang disebutkan akan masuk surga.
Tentu, diskriminasi merupakan salah satu perilaku atau akhlak yang tidak dicontohkan, pembawa risalah, Nabi Muhammad. Sekalipun beliau sangat memperjuangkan dakwah kepada agama Islam, ia tetap menjaga akhlak dan segala perilakunya terhadap orang lain yang belum masuk agama Islam pada saat itu.
Namun, Setelah lama umat Islam berkuasa, satu persatu, sedikit demi sedikit ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad perlahan memudar, dan juga ditinggalkan, meskipun seiring ekspansi meluas ke beberapa wilayah dunia dan kejayaan atas kekuasaan semakin luas di bawah kepemimpinan khalifah setelah Nabi Muhammad. Ummat Islam semakin banyak, kekuasaan atas nama kepemimpinan muslim semakin luas juga, kekuasaan selalu menjadi rebutan tak dapat dimungkiri. Membahas konflik umat Islam sepeninggal nabi merupakan pembahasan yang pelik penuh misteri, Islam terpecah belah, rangkaian peristiwa berdarah, pemimpin zalim, dan masih banyak lagi yang menuai perdebatan bahkan perpecahan timbul di kalangan umat Islam sendiri.
Namun, Setelah lama umat Islam berkuasa, satu persatu, sedikit demi sedikit ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad perlahan memudar, dan juga ditinggalkan, meskipun seiring ekspansi meluas ke beberapa wilayah dunia dan kejayaan atas kekuasaan semakin luas di bawah kepemimpinan khalifah setelah Nabi Muhammad. Ummat Islam semakin banyak, kekuasaan atas nama kepemimpinan muslim semakin luas juga, kekuasaan selalu menjadi rebutan tak dapat dimungkiri. Membahas konflik umat Islam sepeninggal nabi merupakan pembahasan yang pelik penuh misteri, Islam terpecah belah, rangkaian peristiwa berdarah, pemimpin zalim, dan masih banyak lagi yang menuai perdebatan bahkan perpecahan timbul di kalangan umat Islam sendiri.
Kembali pada masa dimulai malapetaka itu, tahun 1095 M ketika Urbanus II yang merupakan jawaban dari keluhan umat Kristen Romawi yang merasa diperlakukan tidak baik ketika mereka berziarah ke Palestina, atas perlakuan diskriminasi dan pengucilan. Memang pada saat itu terjadi semacam stratifikasi pada masyarakat yang berada di wilayah muslim pada saat itu, urutan berdasarkan suku bangsa dan agama, diskriminasi menjadi kebiasaan dan objeknya ummat nasrani yang berziarah. Hal yang dianggap remeh ini ternyata menjadi polemik awal terjadinya bencana selanjutnya. Beberapa juga dipicu kekalahan dalam perang agama di masa yang lalu, yang kemudian memunculkan keinginan untuk perebutan kembali.
Di Palestina, Jerussalem menjadi tempat mulia bagi tiga agama, Yahudi yang pertama, Nasrani, dan Islam. Palestina merupakan sejarah bagi ketiga agama tersebut, ziarah yang dilakukan dimana ada tiga titik penting bagi ketiga agama tersebut dalam lokasi yang sama, seringkali menjadi prahara. Terdapat tiga kepercayaan dari tiga agama yang menandai tempat itu, bagi umat Yahudi disana terdapat tembok ratapan yang tersisa dari bait suci yang menjadi tempat berdoa kepada yang Maha Kudus. Selanjutnya bagi umat Kristen terdapat tempat yang dipercayai sebagai tempat Yesus disalib. Bagi ummat Islam Yerussalem adalah masjid yaitu kiblat pertama bagi umat Islam yaitu baitul Maqdis, dan menjadi titik dimana Rasul melakukan Isra Mi'raj.
"Seljuk Turks Empire" tengah berjaya, orang-orang muslim Turki Seljuk memegang kendali atas Palestina saat itu. Atas pertempuran Manzikert yang dipimpin Alp Arslan, mereka menaklukan pasukan Romawi Bizantium yang besar jumlahnya, namun hal ini pula yang tidak disadari akan menjadi salah satu pemicu penyerangan tentara Salib. Umat Muslim di bawah kepemimpinan Bangsa Seljuk memiliki kekuasaan yang besar dan stabil, dimana umat Muslim dari tiga wilayah menyumbangkan kekuatan dalam kelebihan masing-masing, Bangsa Turki Seljuk pada kekuatan Militernya, orang Arab beserta para ulama dengan ilmu agamanya, dan orang Persia dengan sumbangan peradaban yang mereka miliki sebelumnya. Meski begitu kaum Hasyasyin selalu memburu mereka dan melemahkan mereka dengan pembunuhan Sultan Malik Shah dan Nizm Al-Mulk. Hingga perpecahan kembali terjadi.
"Seljuk Turks Empire" tengah berjaya, orang-orang muslim Turki Seljuk memegang kendali atas Palestina saat itu. Atas pertempuran Manzikert yang dipimpin Alp Arslan, mereka menaklukan pasukan Romawi Bizantium yang besar jumlahnya, namun hal ini pula yang tidak disadari akan menjadi salah satu pemicu penyerangan tentara Salib. Umat Muslim di bawah kepemimpinan Bangsa Seljuk memiliki kekuasaan yang besar dan stabil, dimana umat Muslim dari tiga wilayah menyumbangkan kekuatan dalam kelebihan masing-masing, Bangsa Turki Seljuk pada kekuatan Militernya, orang Arab beserta para ulama dengan ilmu agamanya, dan orang Persia dengan sumbangan peradaban yang mereka miliki sebelumnya. Meski begitu kaum Hasyasyin selalu memburu mereka dan melemahkan mereka dengan pembunuhan Sultan Malik Shah dan Nizm Al-Mulk. Hingga perpecahan kembali terjadi.
Tentang apa yang seharusnya dan bagaimana semestinya tidak dapat diperkirakan, kesalahan sudah terjadi dalam serangkain peristiwa sejarah yang panjang, sebab akibatnya seringnya tidak diperkirakan. Lalu, Menjawab perlakuan umat Islam dan penguasa Muslim kemudian umat Kristen dari Romawi berbondong-bondong melaksanakan titah dari Paus Urbanus II tersebut, namun jawaban ini tampaknya terlalu berlebihan. Permasalahannya memang umat Islam memperlakukan peziarah Kristen yang berkunjung dengan tidak baik, namun mereka tidak sampai disiksa, apalagi dibunuh, namun jawaban atas perlakuan umat Islam seperti jawaban orang barbar. Mereka umat Kristen yang pergi ke Palestina diperintah untuk mengusir orang-orang muslim yang saat itu mayoritas orang Turki dan membunuh umat muslim diberikan pengampunan dosa. Alih-alih perintah tuhan, mereka pun berdatangan ke wilayah muslim dan memulai pembantaian besar-besaran.
Mereka datang untuk melakukan pembantaian tanpa peringatan, datang seperti penyusup, namun berterus terang ketika dihadapkan kepada penguasa muslim setempat bahwa mereka datang untuk membunuh kaum umat muslim. Uniknya para pendatang itu datang dengan tujuan yang menakutkan, namun penampilan mereka yang sederhana, dengan perlengkapan seadanya, serta mengenakan selembar kain merah yang ditempelkan lambang salib, seperti yang diperintahkan Paus Urbanus sebagai lambang eksekutor titah suci.
Kilij Arslan, penguasa muslim di Anatolia yang pertama menerima laporan dari masyrakat yang katanya melihat sekolompok orang aneh tersebut dan di depan dirinya juga mereka menyatakan ingin membunuh umat Islam. Lalu, Arslan pun memerintahkan pasukannya untuk menyergap mereka, memgikuti mereka dengan mudahnya.
Akan tetapi, ini tidak terpikirkan sebagai awal dari gerakan yang menjadi malapetaka yang besar bagi umat Islam. Tahun berikutnya, barulah Arslan menyadarinya, bahkan ketika seluruh pasukan dikerahkan tentara yang berlambangkan salib itu memiliki kekuatan yang tak terkira, hingga wilayah kekuasaan Arslan dan wilayah umat muslim lainnya pun direbut, pembantaian terhadap umat muslim pun tak terhindarkan. Mereka menyebut diri mereka sebagai kaum Frank, atau Al-ifranj pada aksen Arab.
Selanjutnya tentara salib menyerbu wilayah lainnya secara acak, tanpa peringatan. Tentu saja, mereka datang bukan untuk berperang tetapi untuk membasmi dan membunuh umat Islam. Penguasa muslim pun kebingungan, mencari bantuan kemana-mana, namun mereka sibuk berperang. Dan yang menjadi titik awal kehancuran ialah ketika Raja Antiokha meminta bantuan kepada Raja Damaskus agar lelaki bernama Daquq membantunya, sedangkan Raja Damakus ketakutan wilayah kekuasaannya akan diserang oleh Raja Aleppo yang merupakan kakaknya sendiri. Begitupun Raja Mosul yang bersedia membantu namun terlambat karena penyerangan sudah meluas sehingga menghalangi jalannya bantuan. Intinya semacam penyakit yang disebut "wahn" yang berarti cinta dunia, kekuasaan dan kejayaan, dan takut mati menyelimuti hati para penguasa muslim di tengah keberjayaan yang mereka raih, dan persaingan yang terjadi antar penguasa muslim di wilayah lainnya, maupun sibuk membendung tentara salib yang datang tiba-tiba penyebab utama terjadinya malapetaka ini.
Pada masa-masa ini perpecahan yang terjadi diantara kaum muslim akibat keyakinan pada awalnya, berkembang menjadi perpecahan dan persaingan kekuasaan. Banyak dijumpai kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertengkar memperebutkan wilayah, saling berperang dengan intrik dan konspirasi, dan menghunuskan pedang pada akhirnya. Bahkan setelah terjadinya malapetaka atas pembantaian umat muslim, para penguasa ini belum juga sadar untuk membendungnya. Sepertinya tidak disadari bahwa ini juga ancaman bagi seluruh umat muslim, termasuk mereka-mereka juga. Mencengangkan bila menyimak bahwa di tengah kejadian memilukan, penguasa muslim dari Mesir atas nama Khilafah Fatimiyyah malah menganggap penyerangan kaum Franj ini sebagai bantuan, dan hal itu dianggapnya bisa dimanfaatkan sebagai penegasan kepada Bangsa Seljuk (Turki) dan Khilafah Abbasiyah atas wilayah kekuasaannya di Palestina. Tentu, pada akhirnya semua umat muslim bernasib sama, tak terkecuali penguasa Mesir yang memanfaatkan kejadian itu.
Sebenarnya, bukan hanya umat Muslim yang menerima penyerangan tentara Frank tersebut. Semua yang berada di wilayah yang diserang mereka pun apakah itu Kristen dan Yahudi pun bernasib sama.
Dari beberapa sumber menyatakan kekejaman tentara tersebut, yang mengerikan diantaranya yaitu praktek kanibal yang dilakukan orang-orang Frank tersebut karena kurangnya sumber pangan akibat penyerangan. Disebutkan bahwa orang-orang itu merebus dan memanggang orang-orang Turki untuk dimakan, adalah lebih baik ketimbang memakan anjing. Selain itu, akibat pembantaian yang terus menerus pemandangan banjir darah dan tumpukan tulang-belulang pun menjadi hal biasa bagi mereka.
Pada intinya penyerangan kaum Frank ini bertujuan menguasai Yerussalem, meski mereka juga mendirikan kerajaan atas nama umat Kristen di beberapa wilayah yang mereka jarah, seperti Tripoli, Edessa, dan Antiokhia. Penyerangan tak berhenti sampai disitu, setelah berkuasa terdapat hal yang sama dengan apa yang terjadi diantara kaum muslim sebelumnya. Bangsa Frank bersaing dengan bangsa Frank sendiri, dan tak memungkiri adanya peperangan di kalangan Frank. Inilah titik lemahnya, yang kemudian disadari Penguasa Muslim dari Mosul.
Pada masa-masa ini perpecahan yang terjadi diantara kaum muslim akibat keyakinan pada awalnya, berkembang menjadi perpecahan dan persaingan kekuasaan. Banyak dijumpai kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertengkar memperebutkan wilayah, saling berperang dengan intrik dan konspirasi, dan menghunuskan pedang pada akhirnya. Bahkan setelah terjadinya malapetaka atas pembantaian umat muslim, para penguasa ini belum juga sadar untuk membendungnya. Sepertinya tidak disadari bahwa ini juga ancaman bagi seluruh umat muslim, termasuk mereka-mereka juga. Mencengangkan bila menyimak bahwa di tengah kejadian memilukan, penguasa muslim dari Mesir atas nama Khilafah Fatimiyyah malah menganggap penyerangan kaum Franj ini sebagai bantuan, dan hal itu dianggapnya bisa dimanfaatkan sebagai penegasan kepada Bangsa Seljuk (Turki) dan Khilafah Abbasiyah atas wilayah kekuasaannya di Palestina. Tentu, pada akhirnya semua umat muslim bernasib sama, tak terkecuali penguasa Mesir yang memanfaatkan kejadian itu.
Sebenarnya, bukan hanya umat Muslim yang menerima penyerangan tentara Frank tersebut. Semua yang berada di wilayah yang diserang mereka pun apakah itu Kristen dan Yahudi pun bernasib sama.
Dari beberapa sumber menyatakan kekejaman tentara tersebut, yang mengerikan diantaranya yaitu praktek kanibal yang dilakukan orang-orang Frank tersebut karena kurangnya sumber pangan akibat penyerangan. Disebutkan bahwa orang-orang itu merebus dan memanggang orang-orang Turki untuk dimakan, adalah lebih baik ketimbang memakan anjing. Selain itu, akibat pembantaian yang terus menerus pemandangan banjir darah dan tumpukan tulang-belulang pun menjadi hal biasa bagi mereka.
Pada intinya penyerangan kaum Frank ini bertujuan menguasai Yerussalem, meski mereka juga mendirikan kerajaan atas nama umat Kristen di beberapa wilayah yang mereka jarah, seperti Tripoli, Edessa, dan Antiokhia. Penyerangan tak berhenti sampai disitu, setelah berkuasa terdapat hal yang sama dengan apa yang terjadi diantara kaum muslim sebelumnya. Bangsa Frank bersaing dengan bangsa Frank sendiri, dan tak memungkiri adanya peperangan di kalangan Frank. Inilah titik lemahnya, yang kemudian disadari Penguasa Muslim dari Mosul.
Lamanya perang Salib berlangsung, menjadikan sedikitnya beberapa pemimpin di kalangan muslim tersadar akan pentingnya sebuah persatuan. Persatuan sesama ummat muslim di belahan wilayah mana mereka berada untuk saling menyumbang kekuatan, dan hal seperti ini pula diperlukan seorang yang diusung sebagai pencetus, pemimpin, penggerak kaum muslim yang tertindas selama penyerangan tentara salib.
Akan tetapi, serangan tidak hanya didapat ummat muslim dari kaum salib saja, Hashshashin selalu mengintai. Beberapa tokoh pemimpin yang diusung pun beberapa kali dibunuh Hashashin, dan keturunan tokoh itu juga seringkali menjadi target buruan Hashshashin berikutnya. Itulah yang terjadi pada tokoh pemimpin dari Mosul, Salahuddin. Namun beruntungnya ayah dari Shalahudin Nurudin Zangi menyembunyikannya pada pamannya, meskipun sudah beberapa kali diburu Hashshashin Salahuddin juga berhasil lolos, sehingga ia menjadi pengganti ayahnya berjuang mempersatukan ummat muslim. Di tangan Salahudin inilah, ummat muslim berhasil dipersatukan, dan berhasil pula ummat muslim merebut kembali Yerussalem dengan cara yang damai dengan kaum nasrani melalui pengepungan dan beberapa negosiasi. Ia, dengan cara yang sangat halus dan menunjukkan sikap toleran terhadap kaum Nashrani, merebut kembali apa yang diambil kaum Frank dari ummat muslim sebelumnya. Ia menjamin hak-hak orang Nasrani untuk tinggal disana dengan beberapa syarat pajak yang semestinya, setelah Yerussalem direbut pun ia menjamin keamanan jiwa dan harta mereka yang memutuskan pergi, ia pun membebaskan kaum Nasrani untuk berziarah ke Yerussalem dengan aman.
Begitulah selama hampir dua abad ummat muslim, khususnya penguasa muslim setelah penyerangan bangsa Frank, akhirnya menemukan satu titik balik mengenai pentingnya persatuan, dan hinanya perpecahan, serta rakus kekuasaan yang menjadikan kekuatan ummat semakin lemah.
Meskipun Perang Salib tidak dapat dipadamkan sepenuhnya, bahkan beberapa kejadian setelah Perang Salib dan bahkan hingga kini Perang Salib bisa dikatakan masih berlangsung. Sebelumnya jika kita menilik kondisi sebelum perang Salib, bangsa Eropa sedang berkembang untuk melangkah menuju peradaban, sebaliknya Peradaban Islam yang sudah sejak lama berlangsung sudah hampir tiba menuju titik rendah. Begitulah, pola gerak sejarah peradaban, dan Perang Salib menjadi titik awal lahirnya sebuah peradaban baru, dan titik awal juga akan berakhirnya sebuah peradaban. Meskipun begitu, banyak tokoh penyelamat yang mencoba menghentikan atau setidaknya memperlambat atau mempercepat hancurnya peradaban, di sisi lain juga ada beberapa tokoh yang berperan memperlambat lahirnya peradaban, atau pun mempercepatnya kelahiran itu.
Akan tetapi, serangan tidak hanya didapat ummat muslim dari kaum salib saja, Hashshashin selalu mengintai. Beberapa tokoh pemimpin yang diusung pun beberapa kali dibunuh Hashashin, dan keturunan tokoh itu juga seringkali menjadi target buruan Hashshashin berikutnya. Itulah yang terjadi pada tokoh pemimpin dari Mosul, Salahuddin. Namun beruntungnya ayah dari Shalahudin Nurudin Zangi menyembunyikannya pada pamannya, meskipun sudah beberapa kali diburu Hashshashin Salahuddin juga berhasil lolos, sehingga ia menjadi pengganti ayahnya berjuang mempersatukan ummat muslim. Di tangan Salahudin inilah, ummat muslim berhasil dipersatukan, dan berhasil pula ummat muslim merebut kembali Yerussalem dengan cara yang damai dengan kaum nasrani melalui pengepungan dan beberapa negosiasi. Ia, dengan cara yang sangat halus dan menunjukkan sikap toleran terhadap kaum Nashrani, merebut kembali apa yang diambil kaum Frank dari ummat muslim sebelumnya. Ia menjamin hak-hak orang Nasrani untuk tinggal disana dengan beberapa syarat pajak yang semestinya, setelah Yerussalem direbut pun ia menjamin keamanan jiwa dan harta mereka yang memutuskan pergi, ia pun membebaskan kaum Nasrani untuk berziarah ke Yerussalem dengan aman.
Begitulah selama hampir dua abad ummat muslim, khususnya penguasa muslim setelah penyerangan bangsa Frank, akhirnya menemukan satu titik balik mengenai pentingnya persatuan, dan hinanya perpecahan, serta rakus kekuasaan yang menjadikan kekuatan ummat semakin lemah.
Meskipun Perang Salib tidak dapat dipadamkan sepenuhnya, bahkan beberapa kejadian setelah Perang Salib dan bahkan hingga kini Perang Salib bisa dikatakan masih berlangsung. Sebelumnya jika kita menilik kondisi sebelum perang Salib, bangsa Eropa sedang berkembang untuk melangkah menuju peradaban, sebaliknya Peradaban Islam yang sudah sejak lama berlangsung sudah hampir tiba menuju titik rendah. Begitulah, pola gerak sejarah peradaban, dan Perang Salib menjadi titik awal lahirnya sebuah peradaban baru, dan titik awal juga akan berakhirnya sebuah peradaban. Meskipun begitu, banyak tokoh penyelamat yang mencoba menghentikan atau setidaknya memperlambat atau mempercepat hancurnya peradaban, di sisi lain juga ada beberapa tokoh yang berperan memperlambat lahirnya peradaban, atau pun mempercepatnya kelahiran itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar