Translate

Jumat, 25 Agustus 2017

Bentrokan Dua Peradaban ; Perang Salib

Oleh : Alhafidzah_Q

Setelah kurang lebih 4 abad kepemimpinan Islam berdiri, dan semakin banyaknya wilayah penaklukan atas kepemimpinan Islam telah membawa arus besar perubahan masyarakat, dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selama itu juga, masyarakat muslim telah menciptakan peradabannya yang tinggi dan penyebarannya hampir ke seluruh penjuru dunia. Dalam perjalanannya Persia dengan peradabannya pun ditaklukan, beberapa wilayah sampai beberapa bagian Timur dan Romawi pun juga. Kala itu Abbasiyyah yang berpusat di Bagdad dan Fatimiyyah yang berpusat di Mesir dengan keagungannya di mata dunia barat telah membawa beberapa kabar rentang peradaban yang begitu pesatnya. Terutama Yerussalem yang menjadi titik pusat tiga agama samawi menjadikan sebagian wilayah kekuasaan khilafah Islam sering dilalui oleh peziarah Kristen. 
Tingginya peradaban Islam kala itu juga meninggikan ambisi bagi raja-raja untuk melakukan perluasan wilayah kekuasaan, tetapi disamping penaklukan-penaklukan ke daratan Eropa, timbulnya kerajaan-kerajaan Islam kecil juga kian banyak.
Adalah imperium besar Romawi Bizantium yang sudah populer melahirkan perdaban dan para filsuf juga ilmuwannya, menjadi objek terdekat dengan wilayan kekuasaan muslim Seljuk di sebagian Turki. Pertempuran di Manzikert yang dipimpin Alp Arslan menjadikan beberapa wilayah kekuasaan Romawi Bizantium ditaklukan. Akibatnya destabilisasi terjadi pada kekaisaran Romawi Bizantium karena kehilangan wilayah penyangganya di Anatolia.
Penaklukan tersebut akhirnya mengundang perlawanan. Atas permohonan dari kekaisaran Bizantium, Alexius Comnenus mendapat jawaban dari Pais Urbanus II berupa titah penyerangan, atau perang suci bagi Kristen. Tanpa disadari, kelemahan pun justru timbul dari dalam. Di balik keagungan peradaban Islam saat itu, begitu banyak ummat muslim terserang penyakit yang paling ditakuti oleh Nabinya, yaitu wahn (cinta dunia dan takut mati).  Pada kenyatannya ketika itu terjadi, para pemimpin ummat pun tengah berebut kekuasaan dan wilayah. Hukum-hukum dan aqidah pun diabaikan.  Akhlak ummat tengah berada di titik terendah, dibuktikan dengan gesekan yang seringkali terjadi di wilayah penaklukan, pajak dan pemalakan juga kerap dilakukan, belum lagi akhlak ummat muslim terhadap para peziarah non muslim menjadikan gesekan tak terelakkan. Kerajaan-kerajaan kecil pun sudah banyak didirikan orang-orang yang haus akan tahta dan seringkali merperparah perselisihan di dalam. Pada saat semua kelemahan itu terjadi, saat itu pula perlawanan menjadi semakin mudah bagi lawan. Maka hal itu pun tak terelakkan lagi, perang antara dua agama samawi diawali di tempat suci, Yerussalem.

Perang Salib atau Croisade atau Croix (dalam bahasa Perancis artinya : salib) merupakan Perang antar dua agama besar di dunia, Islam dan Kristen. Sebenarnya Perang salib juga merupakan penodaan dan malapetaka yang melukai dua agama tersebut, karena dua pihak beragama ini menjadi korban petaka Perang Salib tersebut, ditambah dengan ulah pemuka atau pemimpin dua agama tersebut yang bisa dikatakan menyelewengkan kekuasaan, sehingga kekuasaan atas nama agama menjadi kotor dengan kepentingan pribadi.

Pada masa ini, dimana ummat Islam sudah lama menjadi kekuatan besar di dunia, memiliki kedaulatan sendiri, wilayah kekuasaan yang luas.juga Islam tumbuh dan berkembang pertama kali di Arab, tepatnya Nabi Muhammad pembawa wahyu adalah orang Arab. Salah satu kepastian yang terjadi adalah prestise atau kebanggan tersendiri bagi masyarakat Arab menjadi orang Muslim Arab di tengan kekuasaan yang semakin besar. Sebuah keniscayaan yang terjadi, dimana primordialisme seringkali mengkerdilkan minoritas. Sebagai Rasul serta pemimpin umat Islam, Nabi Muhammad tak pernah mengajarkan hal demikian, sebut saja Bilal bin Rabah yang merupakan orang kulit hitam yang pada saat itu menjadi budak yang diperjual-belikan seperti benda. Justru Nabi Muhammad begitu memuliakannya, juga menjadi salah satu sahabatnya yang disebutkan akan masuk surga.

Tentu, diskriminasi merupakan salah satu perilaku atau akhlak yang tidak dicontohkan, pembawa risalah, Nabi Muhammad. Sekalipun beliau sangat memperjuangkan dakwah kepada agama Islam, ia tetap menjaga akhlak dan segala perilakunya terhadap orang lain yang belum masuk agama Islam pada saat itu.

Namun, Setelah lama umat Islam berkuasa, satu persatu, sedikit demi sedikit ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad perlahan memudar, dan juga ditinggalkan, meskipun seiring ekspansi meluas ke beberapa wilayah dunia dan kejayaan atas kekuasaan semakin luas di bawah kepemimpinan khalifah setelah Nabi Muhammad. Ummat Islam semakin banyak, kekuasaan atas nama kepemimpinan muslim semakin luas juga, kekuasaan selalu menjadi rebutan tak dapat dimungkiri. Membahas konflik umat Islam sepeninggal nabi merupakan pembahasan yang pelik penuh misteri, Islam terpecah belah, rangkaian peristiwa berdarah, pemimpin zalim, dan masih banyak lagi yang menuai perdebatan bahkan perpecahan timbul di kalangan umat Islam sendiri.

Kembali pada masa dimulai malapetaka itu, tahun 1095 M ketika Urbanus II yang merupakan jawaban dari keluhan umat Kristen Romawi yang merasa diperlakukan tidak baik ketika mereka berziarah ke Palestina, atas perlakuan diskriminasi dan pengucilan. Memang pada saat itu terjadi semacam stratifikasi pada masyarakat yang berada di wilayah muslim pada saat itu, urutan berdasarkan suku bangsa dan agama, diskriminasi menjadi kebiasaan dan objeknya ummat nasrani yang berziarah. Hal yang dianggap remeh ini ternyata menjadi polemik awal terjadinya bencana selanjutnya. Beberapa juga dipicu kekalahan dalam perang agama di masa yang lalu, yang kemudian memunculkan keinginan untuk perebutan kembali.

Di Palestina, Jerussalem menjadi tempat mulia bagi tiga agama, Yahudi yang pertama, Nasrani, dan Islam. Palestina merupakan sejarah bagi ketiga agama tersebut, ziarah yang dilakukan dimana ada tiga titik penting bagi ketiga agama tersebut dalam lokasi yang sama, seringkali menjadi prahara. Terdapat tiga kepercayaan dari tiga agama yang menandai tempat itu, bagi umat Yahudi disana terdapat tembok ratapan yang tersisa dari bait suci yang menjadi tempat berdoa kepada yang Maha Kudus. Selanjutnya bagi umat Kristen terdapat tempat yang dipercayai sebagai tempat Yesus disalib. Bagi ummat Islam Yerussalem adalah masjid yaitu kiblat pertama bagi umat Islam yaitu baitul Maqdis, dan menjadi titik dimana Rasul melakukan Isra Mi'raj.

"Seljuk Turks Empire" tengah berjaya, orang-orang muslim Turki Seljuk memegang kendali atas Palestina saat itu. Atas pertempuran Manzikert yang dipimpin Alp Arslan, mereka menaklukan pasukan Romawi Bizantium yang besar jumlahnya, namun hal ini pula yang tidak disadari akan menjadi salah satu pemicu penyerangan tentara Salib. Umat Muslim di bawah kepemimpinan Bangsa Seljuk memiliki kekuasaan yang besar dan stabil, dimana umat Muslim dari tiga wilayah menyumbangkan kekuatan dalam kelebihan masing-masing, Bangsa Turki Seljuk pada kekuatan Militernya, orang Arab beserta para ulama dengan ilmu agamanya, dan orang Persia dengan sumbangan peradaban yang mereka miliki sebelumnya. Meski begitu kaum Hasyasyin selalu memburu mereka dan melemahkan mereka dengan pembunuhan Sultan Malik Shah dan Nizm Al-Mulk. Hingga perpecahan kembali terjadi.

Tentang apa yang seharusnya dan bagaimana semestinya tidak dapat diperkirakan, kesalahan sudah terjadi dalam serangkain peristiwa sejarah yang panjang, sebab akibatnya seringnya tidak diperkirakan. Lalu, Menjawab perlakuan umat Islam dan penguasa Muslim kemudian umat Kristen dari Romawi berbondong-bondong melaksanakan titah dari Paus Urbanus II tersebut, namun jawaban ini tampaknya terlalu berlebihan. Permasalahannya memang umat Islam memperlakukan peziarah Kristen yang berkunjung dengan tidak baik, namun mereka tidak sampai disiksa, apalagi dibunuh, namun jawaban atas perlakuan umat Islam seperti jawaban orang barbar. Mereka umat Kristen yang pergi ke Palestina diperintah untuk mengusir orang-orang muslim yang saat itu mayoritas orang Turki dan membunuh umat muslim diberikan pengampunan dosa. Alih-alih perintah tuhan, mereka pun berdatangan ke wilayah muslim dan memulai pembantaian besar-besaran.

Mereka datang untuk melakukan pembantaian tanpa peringatan, datang seperti penyusup, namun berterus terang ketika dihadapkan kepada penguasa muslim setempat bahwa mereka datang untuk membunuh kaum umat muslim. Uniknya para pendatang itu datang dengan tujuan yang menakutkan, namun penampilan mereka yang sederhana, dengan perlengkapan seadanya, serta mengenakan selembar kain merah yang ditempelkan lambang salib, seperti yang diperintahkan Paus Urbanus sebagai lambang eksekutor titah suci. 
Kilij Arslan, penguasa muslim di Anatolia yang pertama menerima laporan dari masyrakat yang katanya melihat sekolompok orang aneh tersebut dan di depan dirinya juga mereka menyatakan ingin membunuh umat Islam. Lalu, Arslan pun memerintahkan pasukannya untuk menyergap mereka, memgikuti mereka dengan mudahnya.

Akan tetapi, ini tidak terpikirkan sebagai awal dari gerakan yang menjadi malapetaka yang besar bagi umat Islam. Tahun berikutnya, barulah Arslan menyadarinya, bahkan ketika seluruh pasukan dikerahkan tentara yang berlambangkan salib itu memiliki kekuatan yang tak terkira, hingga wilayah kekuasaan Arslan dan wilayah umat muslim lainnya pun direbut, pembantaian terhadap umat muslim pun tak terhindarkan. Mereka menyebut diri mereka sebagai kaum Frank, atau Al-ifranj pada aksen Arab.

Selanjutnya tentara salib menyerbu wilayah lainnya secara acak, tanpa peringatan. Tentu saja, mereka datang bukan untuk berperang tetapi untuk membasmi dan membunuh umat Islam. Penguasa muslim pun kebingungan, mencari bantuan kemana-mana, namun mereka sibuk berperang. Dan yang menjadi titik awal kehancuran ialah ketika Raja Antiokha meminta bantuan kepada Raja Damaskus agar lelaki bernama Daquq membantunya, sedangkan Raja Damakus ketakutan wilayah kekuasaannya akan diserang oleh Raja Aleppo yang merupakan kakaknya sendiri. Begitupun Raja Mosul yang bersedia membantu namun terlambat karena penyerangan sudah meluas sehingga menghalangi jalannya bantuan. Intinya semacam penyakit yang disebut "wahn" yang berarti cinta dunia, kekuasaan dan kejayaan, dan takut mati menyelimuti hati para penguasa muslim di tengah keberjayaan yang mereka raih, dan persaingan yang terjadi antar penguasa muslim di wilayah lainnya, maupun sibuk membendung tentara salib yang datang tiba-tiba penyebab utama terjadinya malapetaka ini.

Pada masa-masa ini perpecahan yang terjadi diantara kaum muslim akibat keyakinan pada awalnya, berkembang menjadi perpecahan dan persaingan kekuasaan. Banyak dijumpai kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertengkar memperebutkan wilayah, saling berperang dengan intrik dan konspirasi, dan menghunuskan pedang pada akhirnya. Bahkan setelah terjadinya malapetaka atas pembantaian umat muslim, para penguasa ini belum juga sadar untuk membendungnya. Sepertinya tidak disadari bahwa ini juga ancaman bagi seluruh umat muslim, termasuk mereka-mereka juga. Mencengangkan bila menyimak bahwa di tengah kejadian memilukan, penguasa muslim dari Mesir atas nama Khilafah Fatimiyyah malah menganggap penyerangan kaum Franj ini sebagai bantuan, dan hal itu dianggapnya bisa dimanfaatkan sebagai penegasan kepada Bangsa Seljuk (Turki) dan Khilafah Abbasiyah atas wilayah kekuasaannya di Palestina. Tentu, pada akhirnya semua umat muslim bernasib sama, tak terkecuali penguasa Mesir yang memanfaatkan kejadian itu.

Sebenarnya, bukan hanya umat Muslim yang menerima penyerangan tentara Frank tersebut. Semua yang berada di wilayah yang diserang mereka pun apakah itu Kristen dan Yahudi pun bernasib sama.
Dari beberapa sumber menyatakan kekejaman tentara tersebut, yang mengerikan diantaranya yaitu praktek kanibal yang dilakukan orang-orang Frank tersebut karena kurangnya sumber pangan akibat penyerangan. Disebutkan bahwa orang-orang itu merebus dan memanggang orang-orang Turki untuk dimakan, adalah lebih baik ketimbang memakan anjing. Selain itu, akibat pembantaian yang terus menerus  pemandangan banjir darah dan tumpukan tulang-belulang pun menjadi hal biasa bagi mereka.

Pada intinya penyerangan kaum Frank ini bertujuan menguasai Yerussalem, meski mereka juga mendirikan kerajaan atas nama umat Kristen di beberapa wilayah yang mereka jarah, seperti Tripoli, Edessa, dan Antiokhia. Penyerangan tak berhenti sampai disitu, setelah berkuasa terdapat hal yang sama dengan apa yang terjadi diantara kaum muslim sebelumnya. Bangsa Frank bersaing dengan bangsa Frank sendiri, dan tak memungkiri adanya peperangan di kalangan Frank. Inilah titik lemahnya, yang kemudian disadari Penguasa Muslim dari Mosul.

Lamanya perang Salib berlangsung, menjadikan sedikitnya beberapa pemimpin di kalangan muslim tersadar akan pentingnya sebuah persatuan. Persatuan sesama ummat muslim di belahan wilayah mana mereka berada untuk saling menyumbang kekuatan, dan hal seperti ini pula diperlukan seorang yang diusung sebagai pencetus, pemimpin, penggerak kaum muslim yang tertindas selama penyerangan tentara salib.


Akan tetapi, serangan tidak hanya didapat ummat muslim dari kaum salib saja, Hashshashin selalu mengintai. Beberapa tokoh pemimpin yang diusung pun beberapa kali dibunuh Hashashin, dan keturunan tokoh itu juga seringkali menjadi target buruan Hashshashin berikutnya. Itulah yang terjadi pada tokoh pemimpin dari Mosul, Salahuddin. Namun beruntungnya ayah dari Shalahudin Nurudin Zangi menyembunyikannya pada pamannya, meskipun sudah beberapa kali diburu Hashshashin Salahuddin juga berhasil lolos, sehingga ia menjadi pengganti ayahnya berjuang mempersatukan ummat muslim. Di tangan Salahudin inilah, ummat muslim berhasil dipersatukan, dan berhasil pula ummat muslim merebut kembali Yerussalem dengan cara yang damai dengan kaum nasrani melalui pengepungan dan beberapa negosiasi. Ia, dengan cara yang sangat halus dan menunjukkan sikap toleran terhadap kaum Nashrani, merebut kembali apa yang diambil kaum Frank dari ummat muslim sebelumnya. Ia menjamin hak-hak orang Nasrani untuk tinggal disana dengan beberapa syarat pajak yang semestinya, setelah Yerussalem direbut pun ia menjamin keamanan jiwa dan harta mereka yang memutuskan pergi, ia pun membebaskan kaum Nasrani untuk berziarah ke Yerussalem dengan aman.


Begitulah selama hampir dua abad ummat muslim, khususnya penguasa muslim setelah penyerangan bangsa Frank, akhirnya menemukan satu titik balik mengenai pentingnya persatuan, dan hinanya perpecahan, serta rakus kekuasaan yang menjadikan kekuatan ummat semakin lemah.

Meskipun Perang Salib tidak dapat dipadamkan sepenuhnya, bahkan beberapa kejadian setelah Perang Salib dan bahkan hingga kini Perang Salib bisa dikatakan masih berlangsung. Sebelumnya jika kita menilik kondisi sebelum perang Salib, bangsa Eropa sedang berkembang untuk  melangkah menuju peradaban, sebaliknya Peradaban Islam yang sudah sejak lama berlangsung sudah hampir tiba menuju titik rendah. Begitulah, pola gerak sejarah peradaban, dan Perang Salib menjadi titik awal lahirnya sebuah peradaban baru, dan titik awal juga akan berakhirnya sebuah peradaban. Meskipun begitu, banyak tokoh penyelamat yang mencoba menghentikan atau setidaknya memperlambat atau mempercepat hancurnya peradaban, di sisi lain juga ada beberapa tokoh yang berperan memperlambat lahirnya peradaban, atau pun mempercepatnya kelahiran itu.

Rabu, 11 Mei 2016

Melampaui Sosialisme dengan Islam

Sejak paham sosialisme dan komunisme yang dibawa oleh Sneevliet merebak di Indonesia pada kisaran tahun 1921, beberapa tokoh pergerakan nasional termasuk beberapa anggota Sarekat Islam menganut sosialis-komunis. Dengan terpaksa organisasi Sarekat Islam yang merupakan organisasi terbesar bagi masyarakat muslim Hindia Belanda, yang saat itu diketuai oleh H.O.S Tjokroaminoto pun terbelah menjadi SI merah dan SI putih.
Maka dalam karyanya yang berjudul "Islam dan Sosialisme" Tjokroaminoto menegaskan bahwa Islam merupakan ajaran yang memuat makna sosialisme yang sempurna, seperti yang dicontohkan Rasul, tanpa sedikitpun mengenyampingkan aspek penghambaan kepada Allah SWT. Seperti yang dikutip dalam salah satu bab yang bertajuk "Sosialisme Nabi Muhammad". Kurang lebih memaparkan pemahaman beliau tentang sosialisme yang sesungguhnya tercermin dalam sikap Nabi Muhammmad kepada ummatnya :

"Bermula ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW yaitu supaya manusia mengakui Tuhan yang satu yaitu Allah, dan supaya semua manusia itu bersatu menjadi satu kesatuan. Maka nyatalah bahwa Nabi Muhammad menghendaki persaudaraan diantara manusia. seperti yang dikatakan Nabi Muhammad kepada orang yang memusuhinya di Mekkah, pada waktu mereka sudah dikalahkan olehnya, yaitu sebagai berikut :
" Saya hendak bicara kepada kalian seperti Yusuf a.s. berbicara kepada saudara-saudaranya: saya tidak akan marah kepada kamu hari ini. Tuhan akan memberi ampun kepadamu, karena sifat maha pengasih dan pemurahnya, maka pergilah kamu dengan bebas.
Perkataan Nabi Muhammad yang demikian itu menunjukkan cita cita persaudaraan bersama dan cita-cita kemerdekaaan."
Dalam buku karyanya tersebut ia melanjutkan, "Nabi Muhammad telah mengubah sistem kehidupan masyarakat yang belum pernah dikenal suatu bangsa pun di dunia, dengan aturan-aturan yang begitu demokratisnya, bahkan Nabi Muhammad juga tidak mebedakan derajat dirinya dengan ummatnya sendiri, yang tercermin pada sabdanya :
 " Innama basyarum mitslukum ( sesungguhnya aku hanya manusia belaka seperti halnya kamu)."
Nabi Muhammad tidak pernah menyuruh ummatnya untuk menjunjung dirinya secara berlebihan , ia selalu berkata dengan maksud menunjukkan penghambaan dan kerendahan seorang manusia kepada Allah.
Terlebih lagi sikap Nabi Muhammad dalam persaudaraan dan persahabatan dengan semua orang , pengikutnya dan para sahabatnya yang dapat disebut batu dasar sosialisme yang sejati. Semua itu merupakan contoh-contoh dan teladan yang nyata bagi kelakuan dan kebiasaan ummat nabi di tanah Arab dan bagi seluruh ummat Islam di dunia, dari sejak itu hingga sekarang ini."
Dapat kita lihat, bahwa gejolak perseteruan paham Islam dan komunisme yang dihadapi para tokoh bangsa cukup menarik perhatian. Khususnya pada saat itu, telah timbul kesadaran masyarakat untuk merdeka dari penjajahan. Beberapa pendapat dan juga ideologi berkembang menjadi cita-cita masyarakat. Terutama masyarakat muslim terbesar di dunia adalah di nusantara ini, namun setelah komunisme menyebar, masyarakat komunis di nusantara ini juga ke-tiga terbesar di dunia. Hal ini tentu menjadi cikal bakal perseteruan besar yang diawali dari pertikaian tokoh SI.
Oleh karena itu boleh saja kita membahas, apa yang dihadapi H.O.S. Tjokroaminoto pada masa silam. Antara Islam dan sosialisme, terdapat beberapa persamaan tapi terdapat pula beberapa perbedaan penting. Jika kita bandingkan sosialisme dan juga komunisme yang dikatakan menjujung tinggi kesetaraan (egalitarianisme), dan persamaan hak antar sesama manusia. Islam justru lebih dahulu menerapkannya, pada awal pembentukan wilayah kepemimpinan Rasulullah di Madinah, terdapat masyarakat madani dengan diterapkannya hukum Islam dengan adil, hal itu berlangsung hingga kepemimpinan para sahabat Nabi (khulafa Arrasyidin), bahkan digambarkan dalam sejarah masyarakat sejahtera dan pemimpin yang adil lagi berperilaku kehidupan yang sederhana dan taat pada aturan Tuhannya. Namun nilai-nilai tersebut terkikiskan oleh kepemimpinan Islam setelahnya yang menerapkan sistem dinasti atau kerajaan. Diawali oleh Dinasti Umayyah, dan juga dilanjut dengan beberapa dinasti setelahnya, yang terbesar seperti Abbasiyyah, Fathimiyyah, dan Usmani Kepemimpinan justru digulirkan secara sepihak oleh petahana, tanpa adanya keharusan musyawarah majelis ulama yang menjadi penentu masa depan ummat. Dengan begitu, kepemimpinan banyak diwarnai nepotisme sehingga terjadi stratifikasi, keningratan, dan juga mobilitas sosial masyarakat menjadi kaku, ini juga berakibat pada penerapan hukum yang tidak adil pada banyak peristiwa. Beberapa gelombang protes pun dilakukan masyarakat khususnya para ulama yang masih berpegang teguh dengan ajaran murni, namun kebanyakan dari orang-orang tersebut malah dihukum dan diasingkan.
Meskipun dalam perjalanannya tidak semua khalifah/pemimpin seperti itu, beberapa diantaranya ada yang mampu bersikap adil sebagai pemimpin dan berdedikasi untuk kemaslahatan ummat, seperti Umar bin Abd Aziz, Harun Al Rasyid, Shalahuddin Al Ayyubi, Muhammad AlFatih, dan beberapa lagi.
Masa berlangsungnya kerajaan atau dinasti tersebut lebih lama daripada masa khilafah yang dicontohkan Rasulullah seperti seharusnya. Juga penurunan pada penerapan supremasi hukum yang terus menerus menjauhi syariat,
menciptakan kondisi yang menjadi celah berbagai suksesi pergantian kepemimpinan melalui penaklukan dan juga kudeta. Tak jarang perang antar saudara muslim pun tak terelakkan di banyak wilayah kepemimpinan Islam.
Setelah sekian ratus tahun kepemimpinan dinasti berlangsung, akhirnya mencapai puncak kehancuran tahun 1924 di Turki. Kondisi kosongnya kepemimpinan ummat Muslim di dunia, membawa arus besar dimana masyarakat muslim sudah mulai melirik paham dan sistem dari peradaban barat, salah satunya sosialisme yang dinilai dapat mengembalikan hak-hak masyarakat, juga menerapkan kesetaraan antar sesama. Padahal jika kita teliti lebih jauh, sosialisme yang juga diakhiri dengan penerapan komunisme dan berbagai coraknya di berbagai belahan dunia menemui kekurangan-kekurangannya. Maka di penghujung tahun 1990-an, negara-negara sosialis-komunis berakhir. Hal ini menunjukkan bahwa, sosialisme bukanlah solusi untuk menjamin keadilan bagi masyarakat, terutama adalah dengan sifat kodrati manusia yang tidak bisa disetarakan satu dengan yang lain, sedangkan usaha atau etos kerja manusia satu dengan yang lain tentu berbeda-beda maka manusia tidak bisa disamakan begitu saja. Coba bandingkan dengan masyarakat di bawah kepemimpinan Islam, masyarakat memang tidak dibedakan menurut miskin dan kaya, hitam atau putih kulitnya, atau berdasarkan suku bangsa, akan tetapi Islam menjamin hak milik setiap masyarakat, bahkan orang di luar Islam sekalipun. Terlebih lagi mengapa Tjokroaminoto dalam sikapnya cenderung menyebut persamaan Islam dengan sosialisme, justru karena Islam memberikan hak dan juga kesetaraan tepat pada porsinya. Juga penerapan Islam pada masyarakat tujuannya bukan hanya untuk kebaikan dan kepentingan masyarakat saja, tapi juga merupakan penerapan yang menjadi nilai amal bakti kepada Allah Tuhan Pencipta Manusia itu sendiri.


"Tjokroaminoto; Islam dan Sosialisme"



Selasa, 29 Maret 2016

Van Den Bosch dan Cultuurstelsel


             Kekosongan kas Belanda pasca perang Napoleon membuat pemerintah bersikeras untuk mengisi kembali kas Negara dan mencicil hutang Belanda yang membumbung tinggi. Berbagai usulan ditampung untuk mendapatkan cara yang tepat bagi kondisi yang menghimpit tersebut dan berusaha mengeksploitasi keuntungan besar yang didapat dari Negara jajahan yang beriklim tropis ini.  Salah satunya seorang bernama  Johannes Van den Bosch menyampaikan kepada ratu Belanda ususlan-usulan yang nanti disebut sebagai Cultuurstelsel. Pada akhirnya Van den Bosch dipercaya memegang jabatan sebagai gubernur jenderal di Jawa dan tiba di Jawa tahun 1830, karena pada waktu itu juga Van Den Bosch telah berhasil meyakinkan rajanya  bahwa Cultuurstelsel merupakan cara yang tepat dengan meningkatkan produksi tanaman ekspor di  Jawa hingga 20 juta  gulden setiap tahunnya.Pemikiran Van Den Bosch mengenai Cultuurstelsel didasarkan oleh suatu prisip umum yang sederhana. Setiap Desa-desa di Jawa berhutang pajak tanah (landrent) kepada pemerintah , yang biasanya diperhitungkan sebesar 40% dari hasil panen utama desa itu. Rencana Van Den Bosch ialah bahwa setiap desa harus menyisihkan  sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor( kopi,tebu, nila) untuk dijual kepada pemerintah colonial dengan harga yang sudah ditentukan. Dengan begitu , desa mampu melunasi hutang pajak tanahnya.




           Menurut teori sistem, Cultuurstelsel membawa keuntungan bagi setiap pihak. Desa masih memiliki tanah yang lebih luas untuk kegunaannya sendiri dan akan mendapat keuntungan dalam bentuk tunai. Namun, konsep yqang dikatakan bahwa semua pihak akan memperoleh keuntugan dari system ini berubah menjadi bagian dari kisah pemerasan yang besar dalam sejarah penjajahan.  Dengan semakin meningkatnay pembayaran pemerintah untuk hasil-hasil bumi, maka para pejabat memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk menaikkan taksiran pajak tanah, sehingga sebagian besar kelebihan pembayaran komoditas kembali ke tangan pemerintah lagi . 

· Herman Willem Daendels, Napoleon dari Batavia


Herman Willem Daendels sebagai Gubernur jenderal di Hindia Belanda mempunyai banyak peran di Hindia Belanda. Perlu diketahui  Daendels diberikan kewenangan menjadi Gubernur Jenderal di Hindia oleh Raja Louis Napoleon (dalam Bahasa Belanda : Lodewijk) yang pada saat itu Belanda berda di bawah kekuasaan Perancis. Daenndels biasa dijuluki Napoleon dari Batavia, tak salah karena memang Daendels merupakan murid sejati dari revolusi Perancis .Dalam revolusi Perancis ia adalah saksi mata yang antusias dan keprihatinannya terhadap pendidikan. Sebelumnya Daendels memang tak pernah sekalipun menjejaki kakinya di Timur,  namun Daendels mempunyai banyak potensi untuk membersihkan Batavia pada masa kekuasaannya di Hindia.
Akhirnya  pada  tanggal 1 Januari 1808, Daendels tiba di pelabuhan kecil dekat Banten. Pada masa kepemimpinannya itu, perilaku Daendels membuat terkejut banyak orang lama. Daendels mereorganisasi Dewan Hindia , berusaha memangkas korupsi, membangun administrasi ,membangun jalan dan  benteng.Usaha-usaha yang dilakukan Daenndels mendatangkan banyak hasil disamping mendatangkan kebencian besar pada banyak orang yang dirusak kepentinganya.Salah satu tindakan itu adalah reformasi total administrasi. Sampai masa Daendels semua wilayah Belanda sebelah timur Cirebon membentuk  satu provinsi, provinsi Pantai Timur Laut Jawa. Masing-masing provinsi tersebut dipimpin oleh seorang gudernur jenderal, karenaberbagai tunjangan yag berakitan dengan kedudukannya, menikmati penghasilan 100000 gulden pertahun,sementara kalau kita menerima perkataan Daendels maka pemasukan pemerintah dari wilayah itu praktis nol. Dengan dekrit 18 Agustus 1808 provinsi itu dibagi ke dalam lima prefektorat dan 38 kabupaten. Semua pejabat menerima pangkat militer dan gaji yang memadai. Hadiah suap dari bupati-bupati Jawa, keuntungan istimewa  , semua penyalahgunaan itu harus dihentikan pada masa kekuasaan Daendels.
Menurut Daendels dengan mengangkat semua bupati menjadi para pejabat pemerintah Belanda, demi melindungi mereka dari beban pemerasan dan perlakuan menghina dari ppihak pejabat Eropa. Namun pada kenyataannya Sultan-sultan Cirebon diturunkan ke jabatan bupati , ini merupakan degradasi yang layak mereka terima karena penindasan keji yang  mereka lakukan, tetapi akhirnya hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan bangsawan-bangsawan Jawa.
·         

Sekilas Mengenai Diplomasi


            Diplomasi diartikan sebagai salah satu usaha suatu Negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya di kalangan masyarakat internasional. Dalam tulisan ini akan menjelaskan mengenai diplomasi budaya yang dilakukan oleh suatu Negara untuk kepentingan nasionalnya. Tulisan ini menggunakan referensi yang dianggap relevan oleh penulis, salah satunya bersumber dari buku S.L Roy yang berjudul diplomasi.
            Pengertian diplomasi di dalam The Chamber Twentieth Century Dictionary, adalah seni berunding khususnya tentang perjanjian diantara Negara-negara mengenai keahlian politik. Secara konvensional diplomasi diartikan sebagai salah satu usaha suatu Negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya di kalangan masyarakat internasional. Sedangkan pengertian budaya atau kebudayaan adalah segala hasil dan upaya budidaya manusia terhadap lingkungan. Dengan demikian diplomasi budaya menurut K.M. Panikkar adalah usaha suatu Negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, dan kesenian, ataupun secara makro sesuai dengan cirri-ciri khas yang utama, misalnya propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer. Beberapa litratu menyebunya dengan propaganda.
            Diplomasi dilakukan untuk pengamanan kebebasan politik dan integritas territorial suatu Negara, hal ini biasanya dicapai dengan memperkuat hubungan dengan Negara sahabat, memelihara hubungan erat dengan Negara-negara sehaluan dan menetralisir Negara-negara yang memusuhi. Selain itu, tujuan pokok diplomasi adalah untuk mencegah Negara-negara lain bergabung melawan suatu Negara tertentu. Pada saat sekarang ini, Negara perlu untuk memobilisasi pendapat umum dunia ke pihaknya dan membenarkan tindakannya. Alasan inilah yang menyebabkan diplomasi kebudayaan dipilih sebagai salah satu sarana untuk memobilisasi pendapat umum tersebut. Imperialism kebudayaan adalah nemtuk upaya untuk menaklukkan dan menguasai jiwa manusia serta sebagai sebuah instrument untuk mengubah power antara dua Negara. Sarana diplomasi kebudayaan adalah segala macam alat komunikasi, baik media elektronik maupun media cetak, yang dianggap dapat menyampaikan isi atau misi politik luar negeri tertentu. Materi maupun isi dari diplomasi kebudayaan adalah teknologi, pertukaran ahli dan lain sebagainya. Milton C. Cummings menyatakan bahwa diplomasi budaya adalah sebuah pertukaran ide, informasi, nilai, system, tradisi, kepercayaan, dan aspek budaya lainnya dengan semangat pengertian bersama dan saling menghargai antar sesama.
Diplomasi budaya tergolong dalam bahasan soft power sebagai suatu kekuatan politik yang dipengaruhi budaya, nilai, ide sebagai sisi lain dari hard power yang menggunakan kekuatan militer. Terdapat tiga kriteria mengapa diplomasi budaya menjadi nilai penting dalam teori hubungan internasional. Pertama, untuk mengurangi intensitas kekuatan militer pasca perang dingin, budaya dipandang sebagai sebuah bentuk kekuatan baru dalam hubungan internasional. Kedua, setiap Negara bangsa juga harus membangun dasar dan batas jaringan nonsekuritas dalam hal mempertahankan identitas bangsa. Budaya yang terdiri dari berbagai aspek menjadi identitas suatu Negara di mata internasional. Ketiga, diplomasi budaya juga bisa menjadi alasan kuat dalam hal membentuk sebuah system internasional baru, baik berupa organisasi regional maupun global. Dalam konsep diplomasi dikenal adanya istilah first track diplomacy, second track diplomacy, third track diplomacy, dan multi-track diplomacy. Dalam hal ini, diplomasi kebudayaan termasuk dalam multi-track diplomacy.
            Konsep mengenai multi-track diplomacy adalah sebuah ekspansi dari paradigma track one (government) dan track two (government) yang telah membentuk kajian bidang ini dalam beberapa decade terakhir. Setiap Negara pada saat ini berlomba-lomba untuk menjalankan multi-track diplomacy atau yang biasa disebut diplomasi total. Hal ini terlihat dengan keberadaan divisi diplomasi public hamper di seluruh departemen Luar Negeri di dunia serta semakin menonjolnya peran public dalam berdiplomasi. 

            Diplomasi kebudayaan dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah, individual, ataupun kolektif. Sehingga pola diplomasi kebudayaan antar bangsa bisa terjadi antar siapa saja sebagai actor atau pelakunya, karena sasaran diplomasi kebudayaan ini seluruh masyarakat suatu Negara, bukan hanya pemerintahnya saja. Tujuan utama dari diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat suatu Negara dalam upaya mendukung suatu kebijaksanaan politik luar negeri tertentu, untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Pola umum yang biasanya terjadi dalam hubungan diplomasi kebudayaan adalah antara masyarakat suatu Negara tertentu dengan masyarakat Negara lain. Namun demikian, pendapat umum yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk mempengaruhi politik pemerintah dari masyarakat bersangkutan. Sasaran utama dari diplomasi kebudayaan adalah pendapat umum, baik dalam level nasional maupun internasional. 

Pentingnya Industri Musik bagi Amerika, dan Hubungan Indonesia dengan Amerika

      Industri musik bagi Amerika sangatlah penting, karena industri musik memegang peranan penting bagi kebudayaan di amerika sejak dulu. Unsur multikultural dalam masyarakat di Amerika memberi sumbangan besar bagi industri musik dengan beragam gaya aliran musiknya, seperti jazz, blues, rock, reggae. Dengan hal itu, industri musik Amerika  adalah alat diplomasi budaya yang mengekspos dan mempromosikan budayanya lewat musik. Selain itu industri Amerika merupakan industri musik terbesar kedua di dunia. Lalu hubungannya dengan Indonesia, Amerika sejak dulu merupakan kiblat bagi banyak negara dalam bidang musik termasuk Indonesia yang menjadikan Amerika sebagai barometer bagi industri musiknya. Industri musik di Indonesia khususny sejak zaman orde baru sangat didominasi dengan gaya musik barat atau dari Amerika.
Sumber :
Hits Maker: Pnduan Menjadi Produsen Rekaman Jempolan, Sendjaja Widjaja, hal: 23
Kemudian mengenai hubungan antara Indonesia dengan Amerika adalah hubungan diplomasi diantara keduanya bersifat fluktuatif dari masa ke masa, hal ini sangat ditentukan pada pemimpin negara pada saat itu. Sejatinya Amerika dan Indonesia adalah dua negara yang sanagt saling membutuhkan.namun, hubungan tersebut mengalami pasang suru. Pada masa orde lama di bawah pimpinan Soekarno Indonesia diarahkan untuk menjadi negara yang anti-Amerika, sperti yang dikutip pada pidato Soekarno “ Amerika disetrika!” saat Amerika dan negara barat lainnya memprotes kebijakan yang dibuat oleh Bung karno. Selain itu Amerika menganggap Presiden soekarno cenderung berpihak pada komunis yang merupakan musuh utama paham liberal yang dianut Amerika. Lalu  banyak hal-hal yang berbau Amerika atau negara barat yang dicap sebagai pendukung Belanda saat itu sangat dilarang masuk ke Indonesia, khususnya dalam hal kebudayaan, sperti musik misalnya, film atau fashion. Saat itu, Soekarno mengeksplorasi kebudayaan asli Indonesia dan menutup diri dari blok barat, termasuk Amerika, hal ini tercermin dalam berbagi peraturan yang berlaku pada saat itu seperti dilarangnya menyanyikan musik rock, dilarangnya menyanyikan lagu berbahasa Inggris, atau pelarangan celata ketat dan rambut panjang pnda saat itu, dsb. Dapat dikatakan hubungan diplomasi Indonesia dengan amerika terbilang buruk pada masa itu, karena Amerika yang menganggap dirinya sebagi negara adidaya mersa ditantang oleh presiden Soekarno, dan merasa diremehkan. Akan tetapi, cukup banyak juga momen-momen dimana hubungan anatara keduanya baik, misalnya Amerika saat menjadi penengah bagi konflik antara Indonesia dengan Belanda pasca kemerdekaan, berbagai perjanjian, perundingan untuk mempertahankan kemerdekaan, dan terakhir Indonesia mendapatkan bantuan dari Amerika atas konflik perebutan Irian Barat antara Indonesia dengan Belanda.
Beda hal lagi saat masa pemerintahan Indonesia bergulir ke masa orde baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Pada masa itu presiden Soeharto sangat membuka diri kepada Amerika, hal ini terkait Indonesia memiliki banyak konflik yang membutuhkan bantuan dari negara adidaya tersebut. Diantaranya Amerika dianggap sebagai negara yang dapat mengamankan stabilitas ekonomi dan perthanan di Indonesia, selian itu pun Amerika menganggap Soeharto anti-komunis sehingga Indonesia dapat lebih dekat dengan Amerika. Jadi, hubungan Indonesia dengan Amerika terbilang baik. Hal ini tercermin dalam berbagai peristiwa dan keadaan pada saat itu, seperti investor asing barat dan Amerika yang banyak berinvestasi di Indonesia,berbagi industrei asing dalam berbagai bidang industri mulai didirikan, selain itu dalam hal kebudayaan sperti musik ,gaya ber pakaian, film ds. diperbolehkan, bahkan dipopulerkan pada masa orde baru berjalan. Walaupun sempat terjadi beberapa kesenjangan diantara keduanya. Dan berakhirnya masa pemerintahan Soeharto, diakibatkan juga karena nilai tukar dollar terhadap rupiah yang melonjak drastis yang menyebabkan krisis moneter, hal yang juga menjadikan kerapuhan hubungan antara keduanya. Kemudian saat reformasi tiba presiden B.J. Habibie memimpin, hubungan antara Indonesia dengan Amerika surut kembali, karena Indonesia dianggap melanggar Hak Asasi Manusia  pada peristiwa penembakan di Timor Timur. Lalu, saat pemerintahan berganti setahun setelah BJ Habibie memimpin, hubungan diantara Indonesia dengan Amerika kembali terjalin saat Presiden Bush mendeklarasikan untuk memerangi terorisme  yang terjadi setelah dibomnya gedung WTC,  dan terjadinya berbagai bentuk terorisme di Indonesia sperti bom Bali, JW Marriot yang diklaim dilakukan oleh pelaku dari kelompok yang sama, yakni AlQaeda, kerjasama antar Indonesia dengan Amerika terjalin di bawah kepemimpinan Megawati, meskipun Megawati tidak terlalu terbuka pada pihak Amerika. Selanjutnya masa pemerintahan Susilo Bambang  Yudhoyono hubungan Indonesia dengan Amerika terjalin dengan baik diantaranya saat kedua prediden Barrack Obama dengan SBY menandatangani Comprehensive Partnership Agreement(CPA), yaitu perjanjian yang meliputi kerjasama dalam bidang perdagangan, pendidikan, energi, lingkungan, keamanan,demokrasi dan masyarakan sipil. Apalagi, presiden Amerika tersebut memiliki pengalaman pribadinya di Indonesia yang semakin membuat suasana akrab antara kedua negara tersebut. Begitupun dalam kebudayaan, musik, film dan gaya berpakain ala Amerika dan artis-artis Amerika semakin akrab di Indonesia. Hal inipun  yang mencerminkan kedekatan hubungan Indonesia dengan Amerika sampai sekarang ini.

Musik Rock di Indonesia Sempat disebut Unproductive Labour

       Musik Rock di Indonesia pernah dianggap sebagai unproductive labour dalam industri rekaman di Indonesia. Hal ini terjadi pada era 1970-an, dan yang menyebabkan musik rock mendapat sebutan demikian diantaranya adalah, dunia rekaman di indonesia pada masa itu didominasi oleh musik beraliran pop. 



    Industri rekaman pada saat itu menganggap bahwa musik rock dianggap sebagai minoritas dan memiliki peminat yang sedikit, selain itu musik rock yang dinyanyikan di atas panggung kebanyakan adalah lagu-lagu rock musisi barat sehingga kesempatan musik rock lokal  untuk rekaman semakin sempit dan tidak diapresiasi . Industri musik atau perusahaan rekaman pada saat itu telah terlanjur puas dengan musik pop yang sangat laku di pasaran. Produser musik tentu memproduksi rekaman secara komersil, yang artinya musik yang diproduksi haruslah yang sesuai dengan pertimbangan selera pasar atau masyarakat kebanyakan sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan rekaman. Sedangkan musik rock pada saat itu enggan diproduksi, karena dianggap tidak dapat menguntungkan perusahaan rekaman di Indonesia. Oleh karena itu, pada masa itu musik rock dianggap sebagai unproductive labour.


Sumber :
Industri Musik Indonesia : Suatu Sejarah, R.M. Mulyadi

Surabaya Punya Cerita, Dahana Adi (hal 48-52)