a) Faktor yang Mendukung Peradaban Mesir Kuno
Kelahiran
peradaban Mesir Kuno didukung oleh aliran Sungani Nil, Peradaban Mesir kuno
berada di Afrika bagian Utara, yang sampai saat ini masih termasuk ke dalam
kategori Timur Tengah secara politik.
Perkembangan
peradaban Mesir Kuno bergantung pada Sungai Nil. Banjir tahunan menjamin hasil
panen yang berlimpah tahun demi tahun, dan daerah sepanjang aliran sungai dari
utara ke selatan adalah pusat kerajaannya. Selama 3000 tahun, perkembangan
budaya masyarakat di bidang seni, arsitektur dan pemerintahan memiliki pola
yang sama. Kenyataan ini mencerminkan stabilitas politik dan budayadi bawah
pemerintahan para firaun. Mesir Kuno adalah peradaban yang tumbuh subur dari
hulu Sungai Nil sampai wilayah deltanya di Laut Tengah.
Peradaban
Mesir Kuno bertahan lebih dari 3000 tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut
sebagai peradaban kuno terlama di dunia, dari sekitar tahun 3300 SM sampai 30
SM. Aliran Sungai Nil yang membentuk pusat peradaban Mesir Kuno dimulaidari
tanah tinggi Afrika Timur (Kini: Etiopia, Uganda, Kenya) mengalir ke utara melewati
sepanjang apa yang kini disebut Sudan dan Mesir yang panjangnya lebih dari 5000
km. Karena Sungai Nil mulai dari pegunungan setinggi 2500 m, banyak ditemukan
air terjun (river cataracts) yang sangat curam.
Sebelum tahun
6000 SM Afrika Utara sebetulnya merupakan daerah bermusim hujan, dan Sahara
merupakan tempat yang subur. Sahara pada tahun 6000 SM menghasilkan pangan
pertanian. Sekitar tahun 4000 SM iklim mulai berubah: lebih kering karena jauh
lebih sedikit hujan. Akibat perubahan iklim ini banyak nomaden bermigrasi
ke daerah tepi bagian timur Sungai Nil.
Dari daerah
utara yang kini disebut wilayah Kota Cairo, cabang-cabang aliran Sungai Nil
membentuk delta lebar, sampai ke Laut Tengah. Oleh karena hujan musiman di
Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Ketika luapan
air menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena humus yang dibawa oleh
aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan sungai Nil juga membutuhkan
pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno
mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil pertanian.
Ketika para
petani telah mempunyai surplus pangan dan waktu luang barulah mereka
mulai bertahap-tahap membentuk kebudayaan: perdagangan, administrasi, seni,
arsitektur, dll. Selain sebagai sumber air bagi pertanian, Sungai Nil juga
digunakan sebagai jalan raya air untuk transportasi (barang dan manusia).
Ada beberapa
faktor alam lain yang menjadikan Mesir sebagai peradaban besar. Kebanyakan
daerah Mesir beriklim tropis, ini dapat dilihat dari lamanya cahaya matahari
bersinar. Mesir memiliki musim panas lebih lama dibandingkan musim dingin,
dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada musim panas dan sekitar 10
jam per hari pada musim dingin. Selain itu, wilayah Mesir juga memiliki
penghalang alami yang menyediakan perlindungan dari orang luar. Gurun (di
sebelah barat dan timur), laut (di sebelah utara), dan bagian Sungai Nil yang
deras atau air terjun (di selatan) dapat mempersulit serangan musuh. Menurut
catatan dan dokumen yang ditemukan oleh para arkeolog, orang Mesir menyebut
negeri mereka Kemet, yang berarti “Daratan Hitam” yang mengacu pada
tanah gelap yang merupakan lahan subur yang tersisa setelah luapan Sungai Nil.
Mereka juga menggunakan istilah lain, Deshret, atau “Daratan merah,”
yang mengacu pada gurun yang terbakar di bawah terik matahari. Panas lebih lama
dibandingkan musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada
musim panas dan sekitar 10 jam per hari pada musim dingin.
Selain itu, wilayah
Mesir juga memiliki penghalang alami yang menyediakan perlindungan dari orang
luar. Gurun (di sebelah barat dan timur), laut (di sebelah utara), dan bagian
Sungai Nil yang deras atau air terjun (di selatan) dapat mempersulit serangan
musuh. Menurut catatan dan dokumen yang ditemukan oleh para arkeolog, orang
Mesir menyebut negeri mereka Kemet, yang berarti "Daratan Hitam"
yang mengacu pada tanah berwarna gelap yang merupakan tanah subur sisa dari luapan sungai Nil.
Sekitar tahun
3500 SM mulai dibangun pemukiman dan kota-kota kecil di daerah Mesir Utara dan
Selatan. Pada awalnya perkembangan peradaban
di tepi Sungai
Nil sudah terjadi di dua bagian. Dua bagian ini disebut Mesir Bawah (Lower
Egypt), merupakan hilir Sungai Nil, yang terletak di
Utara dekat
Laut Tengah dan B) Mesir Atas (Upper Egypt) yang terletak di
Selatan lebih
dekat hulu Sungai Nil. Salah satu kota pertama di Mesir bernama Hierakonpolis,
bertempat di tepi barat Sungai Nil antara Luxor dan Aswan dan telah menjadi
suatu lokasi kebudayaan sebelum firaun berkuasa. Di Hierakonpolis orang Mesir
Kuno juga sudah membuat lembaran seperti kertas dari daun papirus. Setelah daun
papirus dikeringkan, di atasnya mereka dapat menggambar dan menulis huruf
hieroglif.
Kata hieroglif
datang dari istilah orang Yunani, hiero-glyphikos, yang artinya “ukiran sakral.” Dalam kaitannya dengan ini
disebut glyphs, mula-mula digunakan untuk menunjuk pada objek dan konsep.
Akhirnya simbol-simbol
itu
merepresentasikan bunyi-bunyi awal. Bentuk-bentuk hieroglif berupa gambar benda
yang ada di lingkungan orang Mesir. Beberapa contoh paling awal tentang tulisan
di Mesir digunakan sebagai alat untuk menamai dan juga menjumlahkan benda
tertentu.
b) Periode Sejarah Mesir
Masyarakat
Mesir diperintah oleh raja yang disebut firaun. Para firaun dianggap merupakan
anak Dewa Matahari yang disebut ‘Ra’, dan oleh karena itu mereka memiliki
kekuasaan yang mutlak. Di Mesir, para firaun membentuk sebuah dinasti. Istilah
‘firaun’ dalam bahasa Mesir berarti rumah besar, mula-mula digunakan oleh orang
Mesir Kuno untuk menyebut istana kerajaan mereka. Sejak Dinasti ke-18
(1550-1307 SM) nama ini digunakan sebagai nama panggilan untuk raja. Nama
firaun sebagai panggillan raja, digunakan sampai
sekarang untuk
menyebut nama seluruh raja baik dari kerajaan baru (New Kingdom), maupun
kerajaan tua (Old Kingdom). Pemerintahan para firaun bersifat
feodal. Masyarakat distratifikasi. Firaun dan keluarganya
berkuasa mutlak. Di bawah jabatan firaun ada kasta pendeta, kasta
militer, kasta pejabat-pejabat pemerintahan, kasta
para seniman,
kasta para petani, dan kasta para budak (berasal dari wilayah di luar kerajaan
Mesir yang dijajah oleh firaun). Banyak rakyat tertekan, dipungut pajak dari
hasil panen dan distribusi pangan dilakukan oleh pejabat dan penguasa. Sistem
kerja paksa juga diterapkan terutama dalam membangun piramida dan proyek
irigasi. Sejarah Mesir membuktikan bahwa sering terjadi perebutan kedaulatan, penyatuan,
dan perpecahan. Hal ini disebabkan karena sering terjadi perang saudara dalam
keluarga firaun dan pemberontakan antara dua bagian negara yaitu Mesir Bawah
dan Mesir Atas. Dari 2920 SM sampai 30 SM tercatat 27 dinasti sebagai penguasa
Mesir. Sejarawan mengelompokan sejarah Mesir Kuno berdasarkan beberapa periode:
Periode Dinasti Awal, Kerajaan Tua, Periode Peralihan Pertama, Kerajaan Tengah,
Periode Peralihan Kedua, Kerajaan Baru, Periode Peralihan Ketiga, dan Periode
Akhir.
c)
Penyatuan dan Periode Dinasti Awal
Sebelum tahun
3000 SM kerajaan pertama muncul di Mesir Atas. Salah satu raja Mesir Atas yang
paling terkenal adalah Narmer. Pada tahun 3000 SM ia menyatukan dua bagian
Mesir setalah Mesir Bawah dikalahkan terlebih dahulu. Dia mendirikan ibu kota
kerajaan di Memphis yang secara strategis ditempatkan di antara dua bagian
Mesir. Pada saat raja-raja keturunan Narmer berkuasa mulai dikembangkan suatu
sistem pemerintahan yang kuat.
d)
Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Pada 2575 SM –
2465 SM, selama pemerintahan dinasti keempat,kekuatan kerajaan meningkat
dramatis. Mereka mulai melakukan perluasan wilayah dan penjajahan. Sudah ada
bukti bahwa Mesir melakukan hubungan dengan Mesopotamia (utusan-utusan dan
kiriman dan pernikahan sebagai alat berpolitik). Dengan kekuatan kerajaan yang
meningkat tentunya lebih mudah membuat suatu proyek besar-besaran. Bukti-bukti yang menguatkan bahwa pada dinasti
keempat Mesir mengalami peningkatan yang dramatis adalah dibangunnya monumen
pemakaman di Saqqarah dengan baik (piramida pertama).
e)
Piramida Mesir, Mumi, dan Kepercayaan
Piramida
adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para
raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol kerajaan
yang megah. Piramida telah dibangun pada masa 2700 SM. Pembangunan piramida
mencapai puncaknya di bawah firaun dinasti ketiga sampai dinasti keenam
(2686 SM-2345
SM).
Piramida
terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu) yang harus dibawa
dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak tenaga (ahli ba-ngunan,
pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida yang paling besar adalah
piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000 pe-kerja selama puluhan tahun.
Piramida Khufu terbentuk dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg).
Memang sulit diketahui bagaimana cara
pembangunan piramida-piramida. Tentu saja pekerjaan ini amat berat dan membawa
penderitaan bagi rakyat Mesir. Piramida berfungsi sebagai kuburan raja Mesir
yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu arsitektur. Sekitar 400
piramida sudah ditemukan. Pada zaman ketika pembangunan piramida-piramida,
logam perak dan emas sudah dapat dicairkan (Zaman Logam). Emas dan perak
tersebut diolah menjadi perhiasan-perhiasan serta patung-patung. Di dalam
piramida berisi banyak perhiasan dan patung-patung dari emas, perak, dan
permata sehingga menjadi incaran para perampok dan para penjajah. Biasanya para
firaun dan keluarganya sudah mulai membangun piramida mereka pada saat mereka
sudah dewasa. Semua dinding dihias dengan gambar dan tulisan yang
mengaggung-agungkan diri mereka sendiri. Bentuk piramida yang melancip
melambangkan sinar matahari yang menyorot, sehingga firaun yang dikubur di sana
dipercaya dapat naik ke surga.Kompleks pekuburan besar ini menyediakan sangat
banyak informasi tentang masyarakat dan kebudayaan Mesir Kuno. Imhotep,
arsiteknya Djoser, raja kedua dinasti ketiga, membangun apa yang menjadi
bangunan batu besar pertama yang sekarang dikenal sebagai piramida berundak
Djoser.
Pembangunan
piramida tidak dilakukan lagi setelah ujung Kerajaan Tengah. Para raja Mesir selanjutnya
menunjukkan kekuatan mereka dengan membangun kuil, yang mereka tunjukan dengan
pahatan dan ukiran monumental. Hal lain yang menarik di Mesir adalah mumi
(mayat yang diawetkan). Ketika raja meninggal, badannya dimumikan. Segala organ
tubuh bagian dalam dikeluarkan termasuk otak (kecuali hati). Sesudah itu
bahan-bahan kimia alami digunakan untuk mengawetkan tubuh kosong firaun. Proses
pengawetan memerlukan waktu 70 hari. Tubuh dibungkus dengan kain-kain yang
berisi jimat sebagai benda kramat yang dapat menghindari segala peristiwa
buruk.Sesudah diupacarai oleh para pendeta Mesir, mumi ditempatkan dalam satu peti
mayat yang biasanya berisi ukiran emas dan permata. Ini memastikan bahwa badan
raja yang utuh berlanjut sebagai sebuah rumah untuk jiwanya. Mayat raja dengan
khidmat dikebumikan di kamar penguburan, tepat di pusat piramida. Dinding
bagian dalam piramida telah diukir dengan teks suci dan mantra, dan kamar telah
dilengkapi dengan harta yang mewah untuk digunakan oleh raja di alam baka
(gerobak-perang, makanan, minuman,emas, permata, pakaian, dan sering juga beberapa pembantu). Setelah pemakaman
raja, jalan lintasan pintu masuk ke kamar disegel dengan batu untuk
melindunginya dari perampok. Pada masa ini, Mesir sudah mengenal kepercayaan
yaitu “ada kehidupan setelah mati”. Kepercayaan ini dapat diteliti berkat
peninggalan berbentuk batu-batu dan lukisan di dinding piramida yang berisi
huruf hieroglif. Ternyata mereka percaya pada istilah surga sebagai wilayah
yang mirip dengan keadaan tepi sungai Nil, disebut “Ladang-ladang ber-Papirus
(Fields of Reeds)”, yang segala tanaman tumbuh berlimpah. Dewa Osiris menjaga
pintu masuk surga dan hanya mengizinkan masuk roh-roh yang sepanjang hidupnya
berkelakuan baik. Sebelum roh-roh mendapat izin masuk surga mereka harus
melewati perjalanan dan siksaan yang dahsyat di neraka. Untuk memungkinkan perjalanan
ini dapat dilewati dengan baik, banyak upacara dan mantra-mantra harus
dikumandangkan. Masyarakat Mesir menyembah banyak dewa-dewi (politeisme).
Dewa-dewi Mesir kebanyakan merupakan manifestasi dari alam.