Translate

Sabtu, 26 Maret 2016

Romusha Kamuflase Propaganda Jepang


Saat Indonesia pada masa pendudukan Jepang, Indonesia mengalami berbagai dinamika dalam berbagai hal, terutama militer yang masih sangat berpengaruh hingga saat ini. Jepang, akibat terlibat dalam perang dunia ke-2 mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk negara yang ia kuasai pada saat itu terutama Indonesia. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah menjadi sasaran empuk untuk dieksploitasi secara maksimal. Jepang pada masa itu sangat memerlukan berbagai hal yang menyangkut kebutuhan perang melawan sekutu. Indonesia telah dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.Terlebih Jepang sendirian berdiri melawan kekuatan sekutu yang terdiri dari beberapa negara.
Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi kolonialisme. Kolonialisme Jepang memang pada akhirnya menjadi kolonialisme yang sangat pendek. Kolonialime Jepang memang belum sebanding jika disandingkan dengan kolonialime bangsa bangsa Eropa atas Asia, Afrika, dan Amerika dalam sejarah abad ke-15 hingga ke-20.
Memang harus diakui, Jepang sempat mengejutkan Eropa, menjelma menjadi kekuatan kapital-militeristik yang membuat repot Eropa dan Amerika. Beroperasinya kolonialisme Jepang disusun oleh Tanaka arsitek perang modern yang juga menjadi perdana menteri Jepang waktu 1927-1929. Pikiran pikiran Tanaka ditungakannya ke dalam Memorandum Tanaka. Memorandum ini berisi rencana Jepang untuk memikul tugas suci untuk memimpin bangsa bangsa Asia Timur. Pandangan ini pada akhirnya mewujud menjadi doktrin dengan nama Hakko I Chiu; dunia dalam satu keluarga dibawah pimpinan Jepang.
Terinsipirasi dari semangat ini, berubahlah Jepang menjadi kekuatan militer yang sangat disegani. Dalam sejarah perang dunia 2, kemampuan militer Jepang dalam sesaat mampu menghancurkan sekutu, dan dalam sekepap menguasai Asia Tenggara dan sebagian pasifik. Dominasi Jepang ini pada akhirnya berakhir dengan tragis, dalam satu hari pada 9 Agustus 1945 pesawat pembom B 29 milik Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di KotaHiroshima dan Nagasaki. Inilah momentum kekalahan Jepang, serta berakhir pulalah dominasinya di Asia timur dan sebagian Pasifik.
Dalam beberapa tahun sebelumnya Jepang memang terlihat tangguh karena berhasil  mengalahkan Rusia yang merupakan negara besar, namun dalam perang dunia tentunya Jepang memiliki resiko yang besar, sebab Jepang melawan sekutu yang terdiri dari beberapa negara yang kecil memang tetapi punya banyak koloni dan pengaruh besar.
Indonesia memiliki segala yang diperlukan Jepang dalam masa peperangan, tercatat bahwa Jepang sangat berambisi untuk menduduki Jepang, terlihat saat Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda beberapa orang Jepang telah dikirim ke Indonesia untuk melakukan pengamatan dan mengabarkan segala kondisi dan situasi di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang berhasil memasang strategi dan akhirnya dapat merebut Indonesia dari tangan pemerintahan kolonial Belanda.
Jepang berhasil menarik simpati rakyat Indonesia dengan berbagai propaganda yang dibuatnya, orang-orang yang berpengaruh bagi masyarakat Indonesia pun didekatinya dan diberikan harapan-harapan yang akan terjadi bila Indonesia bersedia membantu Jepang dalam perang dunia melawan sekutu. Akhirnya, rakyat Indonesia pun berhasil dikerahkan untuk membantu segala keperlua perang jepang. Organisasi-organisasi yang beranggotakan rakyat Indonesia pun dibentuk oleh Jepang, mereka diklasifikasikan berdasrkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki untuk kemudian dimanfaatkan bagi keperluan perang.
Salah satu pasukan yang sangat terkenal dan merupakan tenaga rakyat Indonesia  yang paling besar dikerahkan bagi keperluan Jepang adalah romusha. Romusha sangat famous dengan pemaknaan kerja paksa pada masa pendudukan Jepang. Bila sebelumnya rakyat Indonesia mengalami pahitnya kerja rodi sebagai kerja paksa pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pada Jepang penderitaan itu belum berujung pula malah Jepang yang dianggap masih sebagai saudara jauh adalah pelakunya. Romusha dalam bahasa  Jepang berarti buruh kerja,dan romusha merupakan eksploitasi pekerja kasa yang terdiri dari tenaga rakyat Indonesia.
Pada pengerahan romusha, pemerintah militer Jepang terlibat langsung bersama para pemimpin rakyat Indonesia baik orang yang termasuk paling berpengaruh, tokoh masyarakat, dan para kepala desa. Dalam sidang Chuo Sangi In antar para pemimpin rakyat Indonesia dengan pemerintah militer Jepang, mempertimbangkan untuk mengerahkan tenaga rakyat secara maksimal ke dalam romusha. Dalam sidang Chuo Sangi In yang memotivasi rakyat agar bersedia untuk bekerja secara sukarela.
Para anggota romusha sebagian besar terdiri dari petani yang dipekerjakan untuk bertani demi kepentingan pangan tentara Jepang . Romusha mengambil massa dari rakyat pedesaan, dengan bantuan kepala desa masyarakat tersebut diperintahkan untuk bergabung menjadi romusha. Lalu, apakah hal-hal yang menyebabkan romusha berubah menjadi sistem kerja paksa?..
Beberapa hal tersebut bisa kita lihat pada beberapa kejadian:
1.      Rakyat yang tadinya menjadi sukarelawan untuk bekerja sebagai romusha, tetapi setelah mereka bekerja malah diberikan balasan yang tidak layak. Kesaksian para romusha dulu mereka dipaksa untuk bekerja dengan waktu penuh, mereka bahkan tidak diperbolehlkan istirahat sedikit saja dan tidak diperbolehkan pulang walaupun hanya sebentar saja. Waktu mereka istirahat hanyalah malam hari.
2.      Rakyat yang malas bekerja atau kelelahan tidak diperbolehkan beristirahat, jika begitu mereka akan disiksa oleh orang Jepang yang mengawasi mereka di kamp.
3.      Para petani yang bekerja di sawah dipaksa menanam pohon jarak untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan perang Jepang. Petani yang biasanya menanam padi dan kebutuhan pangan saat itu tidak bisa makan, karena tanaman pangan jadi langka dan sekalipun ada hanyalah untuk kebutuhan pangan tentara Jepang. Akibatnya, rakyat Indonesia miskin dan menderita, bahkan banyak rakyat Indonesia yang tidak hanya minim dalam masalah pangan, untuk memenuhi kebutuhan sandang pun mereka sampai harus mengenakan karung goni yang gatal untuk berpakaian.
4.      Akibat sistem romusha yang terlalu kejam, banyak anggota romusha mengundurkan diri, bahkan diantara mereka banyak yang membayar dengan uang agar nama mereka tidak tercantum dalam keanggotaan romusha. Banyak juga para pemuda di desa yang melakukan urbanisasi karena takut dijadikan romusha, setidaknya dengan usaha mereka pindah dari desa ke kota, mereka akan terhindar dari romusha dan mendapat kedudukan yang lebih baik di kota.
5.      Rakyat tetap sulit menghindari kerja paksa romusha, karena badan hukum yang dibentuk oleh Jepang menakut-nakuti setiap warga desa yang tidak mau dijadikan romusha bahwa mereka akan dikucilkan dari penduduk desanya.
6.      Romusha menjadi ajang balas dendam, jadi jika ada salah satu anggota romusha yang memiliki dendam ia akan menuliskan nama orang yang ia mau agar namanya digantikan dan orang yang ia mau akan dijadikan romusha.
7.      Romusha yang direkrut sebagian dari mereka dikirim ke luar negeri untuk bekerja, dan mereka disana tidak boleh kembali pulang. Mereka menanggung seleruh penderitaan di sana hingga akhir hayat mereka.Kecuali, setelah Jepang menyerah pada sekutu mereka bisa pulang tetapi hanya sebagian kecil saja yang mampu.
8.      Para romusha diperlakukan tidak sesuai dengan usul anggota Chuo Sangi In. Mereka dipekerjakan sangat buruk. Dari pagi buta sampai petang mereka dipaksa bekerja kasar tanpa makan dan perawatan cukup. Kondisi fisik mereka lemah bahkan hamper tidak punya sisa kekuatan. Bahkan jika mereka beristirahat walaupun hanya sebentar saja, mereka akan dimaki-maki dan juga dipukul oleh pengawas dari Jepang. Mereka diberi kesempatan beristirahat hanya pada malam hari saja, tetapi mereka tidak sempat memasak air minum. Banyak para romusha yang terserang malaria, hal ini dikarenakan mereka buang air disembarang tempat dan membuat terjangkitnya wabah disenteri. Banyak romusha yang meninggal, karena antara bekerja dengan asumsi makanan tidak seimbang. Akan tetapi Jepang tetap saja ingin usahanya berjalan lancar. Maka Jepang melancarkan kembali kampanye propagandanya, para romusha mendapat julukan sebagai “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja” yang artinya orang-orang yang sedang menjalankan ibadah suci atau bekerja untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.
Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu, sejak tahun 1943 Jepang melancarkan kampanye baru, yang mengatakan bahwa romusha adalah “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja”. Penggunaan kata “kuli” bagi romusha dianggap menghina dan merendahkan derajat “prajurit ekonomi” ini. Mereka digambarkan sebagai prajurit-prajurit yang menunaikan tugas-tugas sucinya untuk angkatan perang Jepang dan sumbangan mereka terhadap usaha perang itu mendapat pujian setinggi langit.
Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.
Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusha, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang memperhasul istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusha di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti-perkiraan yang ada bervariasi dari 4-10 juta.
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang
telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga  Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka  Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban moral.
Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha itu sendiri.


Pada umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja ditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60 tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara, pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan  romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk orang lain sebagai penggantinya.
Romusha yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan, barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga bulan merupakan masa kerja romusha yang
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat
memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
Adapun beberapa perbandinagn  antara kerja rodi dengan romusha, dari sini kita bisa lihat mengapa masa pendudukan Jepang bisa dianggap lebih kejam daripada mas pemerintahan Hindia Belanda
Romusha 
Saat Indonesia pada masa pendudukan Jepang, Indonesia mengalami berbagai dinamika dalam berbagai hal, terutama militer yang masih sangat berpengaruh hingga saat ini. Jepang, akibat terlibat dalam perang dunia ke-2 mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk negara yang ia kuasai pada saat itu terutama Indonesia. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah menjadi sasaran empuk untuk dieksploitasi secara maksimal. Jepang pada masa itu sangat memerlukan berbagai hal yang menyangkut kebutuhan perang melawan sekutu. Indonesia telah dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.Terlebih Jepang sendirian berdiri melawan kekuatan sekutu yang terdiri dari beberapa negara. 
Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi kolonialisme. Kolonialisme Jepang memang pada akhirnya menjadi kolonialisme yang sangat pendek. Kolonialime Jepang memang belum sebanding jika disandingkan dengan kolonialime bangsa bangsa Eropa atas Asia, Afrika, dan Amerika dalam sejarah abad ke-15 hingga ke-20.
Memang harus diakui, Jepang sempat mengejutkan Eropa, menjelma menjadi kekuatan kapital-militeristik yang membuat repot Eropa dan Amerika. Beroperasinya kolonialisme Jepang disusun oleh Tanaka arsitek perang modern yang juga menjadi perdana menteri Jepang waktu 1927-1929. Pikiran pikiran Tanaka ditungakannya ke dalam Memorandum Tanaka. Memorandum ini berisi rencana Jepang untuk memikul tugas suci untuk memimpin bangsa bangsa Asia Timur. Pandangan ini pada akhirnya mewujud menjadi doktrin dengan nama Hakko I Chiu; dunia dalam satu keluarga dibawah pimpinan Jepang.
Terinsipirasi dari semangat ini, berubahlah Jepang menjadi kekuatan militer yang sangat disegani. Dalam sejarah perang dunia 2, kemampuan militer Jepang dalam sesaat mampu menghancurkan sekutu, dan dalam sekepap menguasai Asia Tenggara dan sebagian pasifik. Dominasi Jepang ini pada akhirnya berakhir dengan tragis, dalam satu hari pada 9 Agustus 1945 pesawat pembom B 29 milik Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di KotaHiroshima dan Nagasaki. Inilah momentum kekalahan Jepang, serta berakhir pulalah dominasinya di Asia timur dan sebagian Pasifik. 
Dalam beberapa tahun sebelumnya Jepang memang terlihat tangguh karena berhasil  mengalahkan Rusia yang merupakan negara besar, namun dalam perang dunia tentunya Jepang memiliki resiko yang besar, sebab Jepang melawan sekutu yang terdiri dari beberapa negara yang kecil memang tetapi punya banyak koloni dan pengaruh besar.
Indonesia memiliki segala yang diperlukan Jepang dalam masa peperangan, tercatat bahwa Jepang sangat berambisi untuk menduduki Jepang, terlihat saat Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda beberapa orang Jepang telah dikirim ke Indonesia untuk melakukan pengamatan dan mengabarkan segala kondisi dan situasi di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang berhasil memasang strategi dan akhirnya dapat merebut Indonesia dari tangan pemerintahan kolonial Belanda.
Jepang berhasil menarik simpati rakyat Indonesia dengan berbagai propaganda yang dibuatnya, orang-orang yang berpengaruh bagi masyarakat Indonesia pun didekatinya dan diberikan harapan-harapan yang akan terjadi bila Indonesia bersedia membantu Jepang dalam perang dunia melawan sekutu. Akhirnya, rakyat Indonesia pun berhasil dikerahkan untuk membantu segala keperlua perang jepang. Organisasi-organisasi yang beranggotakan rakyat Indonesia pun dibentuk oleh Jepang, mereka diklasifikasikan berdasrkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki untuk kemudian dimanfaatkan bagi keperluan perang. 
Salah satu pasukan yang sangat terkenal dan merupakan tenaga rakyat Indonesia  yang paling besar dikerahkan bagi keperluan Jepang adalah romusha. Romusha sangat famous dengan pemaknaan kerja paksa pada masa pendudukan Jepang. Bila sebelumnya rakyat Indonesia mengalami pahitnya kerja rodi sebagai kerja paksa pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pada Jepang penderitaan itu belum berujung pula malah Jepang yang dianggap masih sebagai saudara jauh adalah pelakunya. Romusha dalam bahasa  Jepang berarti buruh kerja,dan romusha merupakan eksploitasi pekerja kasa yang terdiri dari tenaga rakyat Indonesia. 
Pada pengerahan romusha, pemerintah militer Jepang terlibat langsung bersama para pemimpin rakyat Indonesia baik orang yang termasuk paling berpengaruh, tokoh masyarakat, dan para kepala desa. Dalam sidang Chuo Sangi In antar para pemimpin rakyat Indonesia dengan pemerintah militer Jepang, mempertimbangkan untuk mengerahkan tenaga rakyat secara maksimal ke dalam romusha. Dalam sidang Chuo Sangi In yang memotivasi rakyat agar bersedia untuk bekerja secara sukarela.
Para anggota romusha sebagian besar terdiri dari petani yang dipekerjakan untuk bertani demi kepentingan pangan tentara Jepang . Romusha mengambil massa dari rakyat pedesaan, dengan bantuan kepala desa masyarakat tersebut diperintahkan untuk bergabung menjadi romusha. Lalu, apakah hal-hal yang menyebabkan romusha berubah menjadi sistem kerja paksa?..
Beberapa hal tersebut bisa kita lihat pada beberapa kejadian:
1. Rakyat yang tadinya menjadi sukarelawan untuk bekerja sebagai romusha, tetapi setelah mereka bekerja malah diberikan balasan yang tidak layak. Kesaksian para romusha dulu mereka dipaksa untuk bekerja dengan waktu penuh, mereka bahkan tidak diperbolehlkan istirahat sedikit saja dan tidak diperbolehkan pulang walaupun hanya sebentar saja. Waktu mereka istirahat hanyalah malam hari.
2. Rakyat yang malas bekerja atau kelelahan tidak diperbolehkan beristirahat, jika begitu mereka akan disiksa oleh orang Jepang yang mengawasi mereka di kamp.
3. Para petani yang bekerja di sawah dipaksa menanam pohon jarak untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan perang Jepang. Petani yang biasanya menanam padi dan kebutuhan pangan saat itu tidak bisa makan, karena tanaman pangan jadi langka dan sekalipun ada hanyalah untuk kebutuhan pangan tentara Jepang. Akibatnya, rakyat Indonesia miskin dan menderita, bahkan banyak rakyat Indonesia yang tidak hanya minim dalam masalah pangan, untuk memenuhi kebutuhan sandang pun mereka sampai harus mengenakan karung goni yang gatal untuk berpakaian.
4. Akibat sistem romusha yang terlalu kejam, banyak anggota romusha mengundurkan diri, bahkan diantara mereka banyak yang membayar dengan uang agar nama mereka tidak tercantum dalam keanggotaan romusha. Banyak juga para pemuda di desa yang melakukan urbanisasi karena takut dijadikan romusha, setidaknya dengan usaha mereka pindah dari desa ke kota, mereka akan terhindar dari romusha dan mendapat kedudukan yang lebih baik di kota.
5. Rakyat tetap sulit menghindari kerja paksa romusha, karena badan hukum yang dibentuk oleh Jepang menakut-nakuti setiap warga desa yang tidak mau dijadikan romusha bahwa mereka akan dikucilkan dari penduduk desanya.
6. Romusha menjadi ajang balas dendam, jadi jika ada salah satu anggota romusha yang memiliki dendam ia akan menuliskan nama orang yang ia mau agar namanya digantikan dan orang yang ia mau akan dijadikan romusha. 
7. Romusha yang direkrut sebagian dari mereka dikirim ke luar negeri untuk bekerja, dan mereka disana tidak boleh kembali pulang. Mereka menanggung seleruh penderitaan di sana hingga akhir hayat mereka.Kecuali, setelah Jepang menyerah pada sekutu mereka bisa pulang tetapi hanya sebagian kecil saja yang mampu.
8. Para romusha diperlakukan tidak sesuai dengan usul anggota Chuo Sangi In. Mereka dipekerjakan sangat buruk. Dari pagi buta sampai petang mereka dipaksa bekerja kasar tanpa makan dan perawatan cukup. Kondisi fisik mereka lemah bahkan hamper tidak punya sisa kekuatan. Bahkan jika mereka beristirahat walaupun hanya sebentar saja, mereka akan dimaki-maki dan juga dipukul oleh pengawas dari Jepang. Mereka diberi kesempatan beristirahat hanya pada malam hari saja, tetapi mereka tidak sempat memasak air minum. Banyak para romusha yang terserang malaria, hal ini dikarenakan mereka buang air disembarang tempat dan membuat terjangkitnya wabah disenteri. Banyak romusha yang meninggal, karena antara bekerja dengan asumsi makanan tidak seimbang. Akan tetapi Jepang tetap saja ingin usahanya berjalan lancar. Maka Jepang melancarkan kembali kampanye propagandanya, para romusha mendapat julukan sebagai “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja” yang artinya orang-orang yang sedang menjalankan ibadah suci atau bekerja untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.
Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu, sejak tahun 1943 Jepang melancarkan kampanye baru, yang mengatakan bahwa romusha adalah “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja”. Penggunaan kata “kuli” bagi romusha dianggap menghina dan merendahkan derajat “prajurit ekonomi” ini. Mereka digambarkan sebagai prajurit-prajurit yang menunaikan tugas-tugas sucinya untuk angkatan perang Jepang dan sumbangan mereka terhadap usaha perang itu mendapat pujian setinggi langit.
Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.
Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusha, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang memperhasul istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusha di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti-perkiraan yang ada bervariasi dari 4-10 juta.
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada 
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang 
telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga  Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak 
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka  Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban moral.
Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati. 
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha itu sendiri.



Pada umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja ditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60 tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Romusha Rodi
Namun dengan rasa ketersiksaan itu, rakyat yang melakukan tanam paksa ini (romusha) telah berhasil mendirikan banyak bangunan bersejarah, rel kereta api yang sampai sekarang dinikmati, akses jalan distribusi lintas pertukaran ekonomi di pulau Jawa maupun Sumatera. Atas partisipasi dalam system tanam paksa ini rakyat telah memberikan arti bagi negara dan bisa dikatakan bahwa hasil mereka sebagai denyut urat nadi perkembangan perekonomian negara.


Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara, pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah 
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan  romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk orang lain sebagai penggantinya.
Romusha yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan, barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga bulan merupakan masa kerja romusha yang 
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka 
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat 
memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
Adapun beberapa perbandinagn  antara kerja rodi dengan romusha, dari sini kita bisa lihat mengapa masa pendudukan Jepang bisa dianggap lebih kejam daripada mas pemerintahan Hindia Belanda

1.      Diberlakukan oleh Jepang
2.      System kerja paksa pembuatan pembangunan secara umum
3.      Dimulai pada tahun 1944
4.      Kurang lebih 70.000 korban jiwa dan 300.000 dalam keadaan menyedihkan
5.      Sebagian besar para wanita dijadikan Jugun Ianfu atau wanita penghibur tentara Jepang
6.      Adanya jalan-jalan, lapangan terbang, dan jembatan yang dapat digunakan rakyat Indonesia di kemudian hari
7.      Langsung diberlakukan oleh Jepang dan kesengsaraan rakyat benar-benar diketahui oleh Jepang tanpa memperdulikan nasib rakyat Indonesia
8.      Romusha diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan secara umum rakyat Jepang 1.      Diberlakukan oleh Belanda
2.      System tanam paksa, pemungutan pajak dari rakyat Indonesia dalam bentuk hasil-hasil pertanian
3.      Dimulai tahun1034 – 1874
4.      Kurang lebih 216.000 korban jiwa
5.      Sebagian besar para wanita diwajibkan menanami lahannya
6.      Dikenalnya sejenis tanaman baru seperti kopi dan indigo, adanya seluruh iragosi, para petani dan dapat menggunakan fasilitas yang dibangun kemudian hari
7.      Awalnya kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa tidak diketahui Belanda, tetapi lama-kelamaan Belanda tahu tindakan kewenang-wenangan pegawai pemerintah Belanda
8.      Bertujuan memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat untuk menutupi kas Negara dan membayar hutang negara

Dengan demikian, atas jasa mereka tentu kita harus memberikan apresiasi yang sangat tinggi bahwa “Romusha Itu Pahlawaan Negara” yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Negara harus mencari data dan fakta dimasa itu agar memudahkan identifikasi persoalan. Karena romusha itu bukanlah hal yang negatif dalam pandangan penulis, akan tetapi sangat positif bagi negara ketika rakyat yang terlibat dalam agenda romusha (tanam paksa) itu bekerja dengan rasa nasionalisme tinggi demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketika negara melupakan sejarah, maka disaat yang sama negara juga melupakan jati dirinya. Ketika rakyat tidak berusaha mengenang jasa para pahlawan romusha itu, maka selama itu pula rakyat melanggar kedaulatannya sendiri. Mereka rela bekerja tanpa dibayar dengan apapun demi kepentingan kemerdekaan bangsa Indonesia, walaupun Bung Karno waktu itu berusaha melakukan negosiasi politik untuk memudahkan jalannya deklarasi.
Pada tahun 1945 akhirnya Jepang menyerah pada sekutu, karena kota Hiroshima dan Nagasaki berhasil di bom pada bulan Agustus saat itu. Jepang merasa sangat terpukul dengan kekalahan telak pada perang dunia ini. Akhirnya negara-negara koloni Jepang pun  terbengakalai. Begitupun dengan romusha, beruntung romusha yang berada di dalam negeri, tetapi romusha yang telah dikirim Jepang ke luar negeri seperti Birma, Maung Thai, Vietnam, dan Malaya. Menurut laporan dari pihak Inggris dan Belanda, para romusha hanya seperempat dari 50.000 orang yang berhasil kembali ke Indonesia, sisanya meninggal dunia di tempat mereka bekerja.
Maka dampak dari adanya romusha adalah penderitaan yang amat sangat , Romusha merekrut penduduk desa yang tentu kita ketahui bahwa desa-desa hanya ditinggali oleh para wanita, anak-anak, manula, dan para pemuda yang tidak sehat. Banyaknya pengerahan kaum tani, mengakibatkan para pemuda lebih memilih untuk ‘lari’ dari desanya menuju kota. Bagi mereka, lari lebih baik ketimbang harus menjadi romusha. Nanti, para pemuda ini akan kembali ke desanya dengan berbekal pengalaman yang lebih luas. Pun bagi mereka yang romusha (selamat), pulang ke desanya dengan membawa pengetahuan baru. Tentang apa yang telah mereka lihat, dengar, dan hal-hal baru yang mereka pelajari. Setidaknya, ini sisi positif dari sebuah program bernama romusha.


Namun dengan rasa ketersiksaan itu, rakyat yang melakukan tanam paksa ini (romusha) telah berhasil mendirikan banyak bangunan bersejarah, rel kereta api yang sampai sekarang dinikmati, akses jalan distribusi lintas pertukaran ekonomi di pulau Jawa maupun Sumatera. Atas partisipasi dalam system tanam paksa ini rakyat telah memberikan arti bagi negara dan bisa dikatakan bahwa hasil mereka sebagai denyut urat nadi perkembangan perekonomian negara.
Dengan demikian, atas jasa mereka tentu kita harus memberikan apresiasi yang sangat tinggi bahwa “Romusha Itu Pahlawaan Negara” yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Negara harus mencari data dan fakta dimasa itu agar memudahkan identifikasi persoalan. Karena romusha itu bukanlah hal yang negatif dalam pandangan penulis, akan tetapi sangat positif bagi negara ketika rakyat yang terlibat dalam agenda romusha (tanam paksa) itu bekerja dengan rasa nasionalisme tinggi demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketika negara melupakan sejarah, maka disaat yang sama negara juga melupakan jati dirinya. Ketika rakyat tidak berusaha mengenang jasa para pahlawan romusha itu, maka selama itu pula rakyat melanggar kedaulatannya sendiri. Mereka rela bekerja tanpa dibayar dengan apapun demi kepentingan kemerdekaan bangsa Indonesia, walaupun Bung Karno waktu itu berusaha melakukan negosiasi politik untuk memudahkan jalannya deklarasi.
Pada tahun 1945 akhirnya Jepang menyerah pada sekutu, karena kota Hiroshima dan Nagasaki berhasil di bom pada bulan Agustus saat itu. Jepang merasa sangat terpukul dengan kekalahan telak pada perang dunia ini. Akhirnya negara-negara koloni Jepang pun  terbengakalai. Begitupun dengan romusha, beruntung romusha yang berada di dalam negeri, tetapi romusha yang telah dikirim Jepang ke luar negeri seperti Birma, Maung Thai, Vietnam, dan Malaya. Menurut laporan dari pihak Inggris dan Belanda, para romusha hanya seperempat dari 50.000 orang yang berhasil kembali ke Indonesia, sisanya meninggal dunia di tempat mereka bekerja.

Maka dampak dari adanya romusha adalah penderitaan yang amat sangat , Romusha merekrut penduduk desa yang tentu kita ketahui bahwa desa-desa hanya ditinggali oleh para wanita, anak-anak, manula, dan para pemuda yang tidak sehat. Banyaknya pengerahan kaum tani, mengakibatkan para pemuda lebih memilih untuk ‘lari’ dari desanya menuju kota. Bagi mereka, lari lebih baik ketimbang harus menjadi romusha. Nanti, para pemuda ini akan kembali ke desanya dengan berbekal pengalaman yang lebih luas. Pun bagi mereka yang romusha (selamat), pulang ke desanya dengan membawa pengetahuan baru. Tentang apa yang telah mereka lihat, dengar, dan hal-hal baru yang mereka pelajari. Setidaknya, ini sisi positif dari sebuah program bernama romusha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar