Translate

Minggu, 27 Maret 2016

Peradaban Mesir Kuno


a)      Faktor yang Mendukung Peradaban Mesir Kuno
Kelahiran peradaban Mesir Kuno didukung oleh aliran Sungani Nil, Peradaban Mesir kuno berada di Afrika bagian Utara, yang sampai saat ini masih termasuk ke dalam kategori Timur Tengah secara politik.

Perkembangan peradaban Mesir Kuno bergantung pada Sungai Nil. Banjir tahunan menjamin hasil panen yang berlimpah tahun demi tahun, dan daerah sepanjang aliran sungai dari utara ke selatan adalah pusat kerajaannya. Selama 3000 tahun, perkembangan budaya masyarakat di bidang seni, arsitektur dan pemerintahan memiliki pola yang sama. Kenyataan ini mencerminkan stabilitas politik dan budayadi bawah pemerintahan para firaun. Mesir Kuno adalah peradaban yang tumbuh subur dari hulu Sungai Nil sampai wilayah deltanya di Laut Tengah.
Peradaban Mesir Kuno bertahan lebih dari 3000 tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut sebagai peradaban kuno terlama di dunia, dari sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM. Aliran Sungai Nil yang membentuk pusat peradaban Mesir Kuno dimulaidari tanah tinggi Afrika Timur (Kini: Etiopia, Uganda, Kenya) mengalir ke utara melewati sepanjang apa yang kini disebut Sudan dan Mesir yang panjangnya lebih dari 5000 km. Karena Sungai Nil mulai dari pegunungan setinggi 2500 m, banyak ditemukan air terjun (river cataracts) yang sangat curam.
Sebelum tahun 6000 SM Afrika Utara sebetulnya merupakan daerah bermusim hujan, dan Sahara merupakan tempat yang subur. Sahara pada tahun 6000 SM menghasilkan pangan pertanian. Sekitar tahun 4000 SM iklim mulai berubah: lebih kering karena jauh lebih sedikit hujan. Akibat perubahan iklim ini banyak nomaden bermigrasi ke daerah tepi bagian timur Sungai Nil.
Dari daerah utara yang kini disebut wilayah Kota Cairo, cabang-cabang aliran Sungai Nil membentuk delta lebar, sampai ke Laut Tengah. Oleh karena hujan musiman di Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Ketika luapan air menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena humus yang dibawa oleh aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan sungai Nil juga membutuhkan pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil pertanian.
Ketika para petani telah mempunyai surplus pangan dan waktu luang barulah mereka mulai bertahap-tahap membentuk kebudayaan: perdagangan, administrasi, seni, arsitektur, dll. Selain sebagai sumber air bagi pertanian, Sungai Nil juga digunakan sebagai jalan raya air untuk transportasi (barang dan manusia).
Ada beberapa faktor alam lain yang menjadikan Mesir sebagai peradaban besar. Kebanyakan daerah Mesir beriklim tropis, ini dapat dilihat dari lamanya cahaya matahari bersinar. Mesir memiliki musim panas lebih lama dibandingkan musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada musim panas dan sekitar 10 jam per hari pada musim dingin. Selain itu, wilayah Mesir juga memiliki penghalang alami yang menyediakan perlindungan dari orang luar. Gurun (di sebelah barat dan timur), laut (di sebelah utara), dan bagian Sungai Nil yang deras atau air terjun (di selatan) dapat mempersulit serangan musuh. Menurut catatan dan dokumen yang ditemukan oleh para arkeolog, orang Mesir menyebut negeri mereka Kemet, yang berarti “Daratan Hitam” yang mengacu pada tanah gelap yang merupakan lahan subur yang tersisa setelah luapan Sungai Nil. Mereka juga menggunakan istilah lain, Deshret, atau “Daratan merah,” yang mengacu pada gurun yang terbakar di bawah terik matahari. Panas lebih lama dibandingkan musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada musim panas dan sekitar 10 jam per hari pada musim  dingin.
Selain itu, wilayah Mesir juga memiliki penghalang alami yang menyediakan perlindungan dari orang luar. Gurun (di sebelah barat dan timur), laut (di sebelah utara), dan bagian Sungai Nil yang deras atau air terjun (di selatan) dapat mempersulit serangan musuh. Menurut catatan dan dokumen yang ditemukan oleh para arkeolog, orang Mesir menyebut negeri mereka Kemet, yang berarti "Daratan Hitam" yang mengacu pada tanah berwarna gelap yang merupakan tanah subur  sisa dari luapan sungai Nil.
Sekitar tahun 3500 SM mulai dibangun pemukiman dan kota-kota kecil di daerah Mesir Utara dan Selatan. Pada awalnya perkembangan peradaban
di tepi Sungai Nil sudah terjadi di dua bagian. Dua bagian ini disebut Mesir Bawah (Lower Egypt), merupakan hilir Sungai Nil, yang terletak di
Utara dekat Laut Tengah dan B) Mesir Atas (Upper Egypt) yang terletak di
Selatan lebih dekat hulu Sungai Nil. Salah satu kota pertama di Mesir bernama Hierakonpolis, bertempat di tepi barat Sungai Nil antara Luxor dan Aswan dan telah menjadi suatu lokasi kebudayaan sebelum firaun berkuasa. Di Hierakonpolis orang Mesir Kuno juga sudah membuat lembaran seperti kertas dari daun papirus. Setelah daun papirus dikeringkan, di atasnya mereka dapat menggambar dan menulis huruf hieroglif.

Kata hieroglif datang dari istilah orang Yunani, hiero-glyphikos, yang artinya  “ukiran sakral.” Dalam kaitannya dengan ini disebut glyphs, mula-mula digunakan untuk menunjuk pada objek dan konsep. Akhirnya simbol-simbol
itu merepresentasikan bunyi-bunyi awal. Bentuk-bentuk hieroglif berupa gambar benda yang ada di lingkungan orang Mesir. Beberapa contoh paling awal tentang tulisan di Mesir digunakan sebagai alat untuk menamai dan juga menjumlahkan benda tertentu.

b)   Periode Sejarah Mesir


Masyarakat Mesir diperintah oleh raja yang disebut firaun. Para firaun dianggap merupakan anak Dewa Matahari yang disebut ‘Ra’, dan oleh karena itu mereka memiliki kekuasaan yang mutlak. Di Mesir, para firaun membentuk sebuah dinasti. Istilah ‘firaun’ dalam bahasa Mesir berarti rumah besar, mula-mula digunakan oleh orang Mesir Kuno untuk menyebut istana kerajaan mereka. Sejak Dinasti ke-18 (1550-1307 SM) nama ini digunakan sebagai nama panggilan untuk raja. Nama firaun sebagai panggillan raja, digunakan sampai
sekarang untuk menyebut nama seluruh raja baik dari kerajaan baru (New Kingdom), maupun kerajaan tua (Old Kingdom). Pemerintahan para firaun bersifat feodal. Masyarakat distratifikasi. Firaun dan keluarganya berkuasa mutlak. Di bawah jabatan firaun ada kasta pendeta, kasta militer, kasta pejabat-pejabat pemerintahan, kasta
para seniman, kasta para petani, dan kasta para budak (berasal dari wilayah di luar kerajaan Mesir yang dijajah oleh firaun). Banyak rakyat tertekan, dipungut pajak dari hasil panen dan distribusi pangan dilakukan oleh pejabat dan penguasa. Sistem kerja paksa juga diterapkan terutama dalam membangun piramida dan proyek irigasi. Sejarah Mesir membuktikan bahwa sering terjadi perebutan kedaulatan, penyatuan, dan perpecahan. Hal ini disebabkan karena sering terjadi perang saudara dalam keluarga firaun dan pemberontakan antara dua bagian negara yaitu Mesir Bawah dan Mesir Atas. Dari 2920 SM sampai 30 SM tercatat 27 dinasti sebagai penguasa Mesir. Sejarawan mengelompokan sejarah Mesir Kuno berdasarkan beberapa periode: Periode Dinasti Awal, Kerajaan Tua, Periode Peralihan Pertama, Kerajaan Tengah, Periode Peralihan Kedua, Kerajaan Baru, Periode Peralihan Ketiga, dan Periode Akhir.

c)                 Penyatuan dan Periode Dinasti Awal
Sebelum tahun 3000 SM kerajaan pertama muncul di Mesir Atas. Salah satu raja Mesir Atas yang paling terkenal adalah Narmer. Pada tahun 3000 SM ia menyatukan dua bagian Mesir setalah Mesir Bawah dikalahkan terlebih dahulu. Dia mendirikan ibu kota kerajaan di Memphis yang secara strategis ditempatkan di antara dua bagian Mesir. Pada saat raja-raja keturunan Narmer berkuasa mulai dikembangkan suatu sistem pemerintahan yang kuat.
d)                Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Pada 2575 SM – 2465 SM, selama pemerintahan dinasti keempat,kekuatan kerajaan meningkat dramatis. Mereka mulai melakukan perluasan wilayah dan penjajahan. Sudah ada bukti bahwa Mesir melakukan hubungan dengan Mesopotamia (utusan-utusan dan kiriman dan pernikahan sebagai alat berpolitik). Dengan kekuatan kerajaan yang meningkat tentunya lebih mudah membuat suatu proyek besar-besaran.  Bukti-bukti yang menguatkan bahwa pada dinasti keempat Mesir mengalami peningkatan yang dramatis adalah dibangunnya monumen pemakaman di Saqqarah dengan baik (piramida pertama).
e)                 Piramida Mesir, Mumi, dan Kepercayaan
Piramida adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol kerajaan yang megah. Piramida telah dibangun pada masa 2700 SM. Pembangunan piramida mencapai puncaknya di bawah firaun dinasti ketiga sampai dinasti keenam
(2686 SM-2345 SM).
Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu) yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak tenaga (ahli ba-ngunan, pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000 pe-kerja selama puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Memang sulit diketahui bagaimana  cara pembangunan piramida-piramida. Tentu saja pekerjaan ini amat berat dan membawa penderitaan bagi rakyat Mesir. Piramida berfungsi sebagai kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu arsitektur. Sekitar 400 piramida sudah ditemukan. Pada zaman ketika pembangunan piramida-piramida, logam perak dan emas sudah dapat dicairkan (Zaman Logam). Emas dan perak tersebut diolah menjadi perhiasan-perhiasan serta patung-patung. Di dalam piramida berisi banyak perhiasan dan patung-patung dari emas, perak, dan permata sehingga menjadi incaran para perampok dan para penjajah. Biasanya para firaun dan keluarganya sudah mulai membangun piramida mereka pada saat mereka sudah dewasa. Semua dinding dihias dengan gambar dan tulisan yang mengaggung-agungkan diri mereka sendiri. Bentuk piramida yang melancip melambangkan sinar matahari yang menyorot, sehingga firaun yang dikubur di sana dipercaya dapat naik ke surga.Kompleks pekuburan besar ini menyediakan sangat banyak informasi tentang masyarakat dan kebudayaan Mesir Kuno. Imhotep, arsiteknya Djoser, raja kedua dinasti ketiga, membangun apa yang menjadi bangunan batu besar pertama yang sekarang dikenal sebagai piramida berundak Djoser.

Pembangunan piramida tidak dilakukan lagi setelah ujung Kerajaan Tengah. Para raja Mesir selanjutnya menunjukkan kekuatan mereka dengan membangun kuil, yang mereka tunjukan dengan pahatan dan ukiran monumental. Hal lain yang menarik di Mesir adalah mumi (mayat yang diawetkan). Ketika raja meninggal, badannya dimumikan. Segala organ tubuh bagian dalam dikeluarkan termasuk otak (kecuali hati). Sesudah itu bahan-bahan kimia alami digunakan untuk mengawetkan tubuh kosong firaun. Proses pengawetan memerlukan waktu 70 hari. Tubuh dibungkus dengan kain-kain yang berisi jimat sebagai benda kramat yang dapat menghindari segala peristiwa buruk.Sesudah diupacarai oleh para pendeta Mesir, mumi ditempatkan dalam satu peti mayat yang biasanya berisi ukiran emas dan permata. Ini memastikan bahwa badan raja yang utuh berlanjut sebagai sebuah rumah untuk jiwanya. Mayat raja dengan khidmat dikebumikan di kamar penguburan, tepat di pusat piramida. Dinding bagian dalam piramida telah diukir dengan teks suci dan mantra, dan kamar telah dilengkapi dengan harta yang mewah untuk digunakan oleh raja di alam baka (gerobak-perang, makanan, minuman,emas, permata, pakaian, dan  sering juga beberapa pembantu). Setelah pemakaman raja, jalan lintasan pintu masuk ke kamar disegel dengan batu untuk melindunginya dari perampok. Pada masa ini, Mesir sudah mengenal kepercayaan yaitu “ada kehidupan setelah mati”. Kepercayaan ini dapat diteliti berkat peninggalan berbentuk batu-batu dan lukisan di dinding piramida yang berisi huruf hieroglif. Ternyata mereka percaya pada istilah surga sebagai wilayah yang mirip dengan keadaan tepi sungai Nil, disebut “Ladang-ladang ber-Papirus (Fields of Reeds)”, yang segala tanaman tumbuh berlimpah. Dewa Osiris menjaga pintu masuk surga dan hanya mengizinkan masuk roh-roh yang sepanjang hidupnya berkelakuan baik. Sebelum roh-roh mendapat izin masuk surga mereka harus melewati perjalanan dan siksaan yang dahsyat di neraka. Untuk memungkinkan perjalanan ini dapat dilewati dengan baik, banyak upacara dan mantra-mantra harus dikumandangkan. Masyarakat Mesir menyembah banyak dewa-dewi (politeisme). Dewa-dewi Mesir kebanyakan merupakan manifestasi dari alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar